JAKARTA (voa-islam.com)- Adanya gesekan yang terjadi antara umat Islam dengan umat Kristen di Papuan ditengarai karena permainan yang diinginkan oleh pembenci keragaman. Masjid yang dilarang dibangun, jilbab yang tidak diperkenankan digunakan, hingga penyerangan masjid di saat umat Islam merayakan hari Besarnya merupakan bagian atau fase yang diciptakan oleh orang-orang pembenci kenyamanan di Papua.
Redaksi Tabloid Media Umat, Wahyudi Al Muroki misalnya menceritakan bahwa kehidupan di Papuan pada masa lampau sungguh tidak ada gejolak sama sekali antara umat beragama satu dengan yang lainnya. Malah pada saat Papuan belum “diinjak” oleh kaum beragama, kesultanan Tidore pada saat berkuasa memberikan perhatian yang luar biasa kepada masyarakat Papua.
“Saya mencatat, agama yang masuk pertama kali masuk ke tanah ‘Mutiara Hitam” itu ialah agama Islam. Konon kata salah satu tokoh Islam di sana, jika orang itu bukan beragama Islam, maka ia tidak masuk ke Papua. Namun atas kebaikan sultan Tidore pada waktu itu memberikan izin misionaris ke Papua atas pengakuan jati diri bahwa ia peneliti lingkungan. Ini kebaikan sultan,” ceritanya, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Sehingga agama yang masuk ke Tanah Papua itu pertama kali adalah Islam. Dan setelah misionaris yang mengaku sebagai peneliti tersebut masuk, barulah Kristen pada tahun 1855 perlahan disebarkan.
Karena itu, apapun persoalan yang terjadi di sana, menurutnya janganlah dibesar-besarkan. Yang harus dilakukan itu bagaimana tanah Papua kembali diberikan kenyamana seperti masa lalu.
Pemerintah juga diminta proaktif melihat adanay orang Asing di sana. Pihak Asing di sana “biasanya” memprovokasi untuk menciptakan ketidaktenangan. (Robi/voa-islam.com)