View Full Version
Kamis, 24 Mar 2016

18 Bulan Dilarang Melaut, Ribuan Nelayan Ancam Geruduk Menteri Susi

TEGAL (voa-islam.com) - Salah satu tokoh perikanan mengungkap rencana ribuan nelayan dan masyarakat perikanan akan berunjuk rasa di Jakarta, 6 April 2016 yang bertepatan dengan hari Nelayan Nasional. "Diam tertindas atau bangkit melawan..." ungkap Basmi Said melalui akun facebooknya.

Hal ini sebagai imbas Moratorium Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berimbas 18 bulan nelayan tak bisa melaut. Sejak terbitnya Permen Nomor 57 Tahun 2014 pada Desember 2014, yang melarang bongkar muat di tengah laut atau transhipment, para pembudidaya ikan tidak dapat lagi melakukan ekspor.

Sementara itu, Wajan Sudja dari Asosiasi Budi Daya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) menyatakan ekspor dengan pengiriman via udara berbiaya terlalu tinggi. Bila peraturan itu tidak dicabut, "ikan kerapu tidak dapat dipasarkan sehingga lebih dari 100.000 produsen lokal terancam bangkrut." Wajan mengklaim.

"Padahal, Indonesia adalah pemasok bibit-bibit ikan kerapu ke negara-negara ini," tambah Abilindo mendesak DPR menekan Menteri Susi untuk meninjau kembali keputusan tersebut.

Terlebih lagi, kebijakan itu tidak mengajak pengusaha duduk bersama dan memberikan waktu sosialisasi yang memadai. Justru regulasi baru ini mengurangi harga produk hingga sebesar 25 persen dibandingkan yang bisa dijual oleh Malaysia.

Selain Asosiasi Ikan Kerapu, para produsen lobster juga akan ikut bersama mengadukan nasibnya ke DPR. Kepala Dinas Keluatan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB) Aminullah mengatakan, Permen Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan juga berpotensi mematikan mata pencaharian para nelayan di wilayah NTB.

Tak hanya itu, Menteri Susi dinilai menghambat perijinan kapal nelayan yang menyebabkan pasokan bahan baku untuk industri pengolahan ikan anjlok 85%, "Pasalnya aturan-aturan Menteri Susi dinilai menghambat perijinan kapal nelayan yang menyebabkan pasokan bahan baku untuk industri pengolahan ikan anjlok 85%, sehingga produksi cold storage dan pengalengan ikan tinggal 15% yang jalan." ujar Wajan yang memiliki usaha perikanan di Sumbawa ini.

"Akibatnya nelayan, buruh pengolahan ikan dan pengusaha dirugikan, serta negara kehilangan devisa dan penerimaan pajak. Perpanjangan perijinan kapal nelayan yang sebelumnya selesai dalam 14 hari, sekarang dihambat Susi menjadi 6 sampai dengan 11 bulan, walaupun sudah bayar PNBP dimuka." tambah Wajan dalam status Facebooknya (24/3).

Tanpa ijin SIPI, kapal nelayan tidak bisa dioperasikan, bisa disita negara. Industri perikanan yang dibangun puluhan tahun dihancurkan Susi.

Hancurnya industri perikanan Indonesia ditutupi Susi dengan prosesi-prosesi pengeboman kapal-kapal ilegal yang sudah in kracht. Benarkah Kejanggalan Kebijakan Menteri Susi Ditutupi Media Nasional? Susi juga membayar media untuk menutupi berita kehancuran industri perikanan Indonesia. Jurnalis, Pemred dan pimpinan media dibohongi. Beberapa redaktur media ibukota masuk angin.

Ekspor perikanan Indonesia 2015, anjlok 37.5%, turun dari 5.8 Milyard US$ menjadi 4 Milyard US$. Pembohongan publik ini terkuak saat sidak Wapres ke Ambon, Banda, Tual dan Bitung, 16 sd 18 Maret 2016. Susi sudah digarap kepentingan negara besar USA. USA tidak menginginkan ekonomi Indonesia maju. Indonesia berpotensi menjadi raja ikan dunia, namun bukan dari perikanan tangkap, melainkan dari perikanan budidaya. Produksi perikanan tangkap kita sudah tidak bisa ditingkatkan lagi. Selama 30 tahun terakhir sudah mentok di 5.5 juta ton per tahun. Namun produksi perikanan budidaya bisa ditingkatkan dari 15 juta ton menjadi 60 juta ton per tahun, menguasai 25% pasar dunia yg saat ini besarnya 160 juta ton per tahun, dan menurut FAO akan tumbuh menjadi 190 juta ton per tahun di 2024.

Namun Susi tidak mengembangkan perikanan budidaya. Dia hanya senang menjadi selebrity peledakan kapal-kapal ilegal saja. Anggaran pengembangan perikanan budidaya di KKP, hanya Rp. 1.67 Triliun, 10% dari total APBN KKP, padahal 75% produksi perikanan dihasilkan dari perikanan budidaya. Salah satu contoh aturan busuk Susi, ukuran kapal nelayan dibatasi maksimum 150 GT dst. Akibatnya biaya operasi penangkapan dan angkutan ikan menjadi termahal didunia. Negara-negara maju ukuran kapal nelayannya 500 hingga 14.000 GT.

Tidak Efisien, dan aman.

Kapal kecil tidak mungkin aman berlayar di laut ZEE dan laut lepas. Akibat pembatasan ukuran kapal, maka laut ZEE kita akan kosong dan tidak ada yang menjaga dan mudah dimasuki kapal-kapal negara lain, termasuk kapal perang mereka. Menurut UNCLOS 1982, jika Indonesia tidak memanfaatkan perairan ZEEnya, maka negara lain bisa memanfaatkannya. Tanpa beroperasinya kapal angkut, yang dibutuhkan untuk mengangkut ikan tangkapan nelayan dari Indonesia Timur ke unit-unit pengolahan ikan di Bitung dan Pulau Jawa, maka hasil tangkapan nelayan akan jadi sia-sia dan industri pengolahan ikan mati karena kekurangan bahan baku.

"Masih banyak lagi aturan Susi yang menghancurkan perikanan Indonesia." tutup pengagas Gerakan Nelayan Nasional Masyarakat Perikanan Indonesia (GERNNAS MAPI) ini akan melangsungkan aksi #HariNelayanTanpaMelaut. [adivammar/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version