JAKARTA (voa-islam.com)- Baru-baru ini muncul wacana pembentukan holding BUMN migas yakni dengan menggabungkan dua perusahaan Pertamina dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Dan menurut pengamat ekonomi dan politik, Salamuddin Daeng, jika hal demikian benar adanya, maka ia melihat akan ada beberapa skenario yang akan muncul.
"Pertama, skenario agar penggabungan tersebut tidak akan mengganggu kepemilikan publik dalam holding BUMN tersebut. Artinya nantinya swasta yang sekarang memiliki saham 43 persen di PGN nantinya akan memiliki saham dalam perusahaan holding tersebut," katanya, melalui siaran pers yang diterima voa-islam.com.
Menurutnya, wacana tersebut tentu sangat membahayakan Pertamina yang sampai saat ini sahamnya 100 persen dimiliki oleh negara. "Jika skenario ini dijalankan maka secara otomatis Pertamina diprivatisasi dan terdapat kepemilikan swasta di dalamnya."
Adapun skenario kedua menurut Daeng adalah, Pertamina akan membeli keseluruhan saham publik yang ada di PGN. Dengan demikian maka secara otomatis PGN akan menjadi anak perusahaan Pertamina.
"Rupanya wacana ini menyebabkan saham PGN naik dalam beberapa bulan terakhir. Kelihatannya wacana ini ideal bagi pertamina. Tapi tunggu dulu! Bagaimana sebenarnya kepemilikan publik dan penguasaaan asing atas PGN? Saham PGN telah jatuh dari Rp 5.431/lembar pada awal tahun 2015 menjadi Rp2.480/lembar pada Mei 2016, atau merosot lebih dari 54 persn pada periode tersebut. Akibatnya keuntungan bersih PGN turun dari 306 juta dolar US pada tahun 2015 dari 591 juta dolar US pada tahun 2014 atau sebesar 48 persen.
Sampai 30 September 2015 total asset 6.821 juta dolar US." (Robi/voa-islam.com)