JAKARTA (voa-islam.com)- Dalam Undang-undang Dasar (UUD) tidak ada sama sekali membicarakan pajak seperti saat ini yang dibicarakan, terlebih tax amnesty. Namun, seiring berjalannya waktu, kemudian pajak diatur.
Menurut pengamat ekonomi dan politik, Salamuddin Daeng, itu merupakan bagian dari anti tesa kolonial. "Rupanya, kita adalah anti tesa dari kolonialisme. Karena sebetulnya pajak itu di UUD tidak ada. Setelah diamandemen, barulah pajak itu kemudian diatur," katanya, Kamis (9/06/2016), di Cikini, Jakarta.
Bukan hanya itu, menurut Daeng sumber daya alam (SDA) Indonesia pun diabaikan. Terbutki dari penerimaan SDA tidak memungkinkan lagi.
"Sekarang justru yang jadi sasaran adalah tabungan dan lain-lain. Rupanya SDA kita sudah diabaikan," sambungnya.
Indikasi ini terjadi lantaran tiga kompenen yang mempengaruhi. "Yakni bermain di komoditi-komoditi nasional. Bermain di pajak. Dan terakhir bermain di tenaga kerja kita," katanya.
Bahkan saking kalapnya, pemerintah pun seolah berencana memberikan pajak untuk sebuah barang atau benda masyarakat. Padahal, sebagaimana diketahui ekonomi bangsa Indonesia saat sedang lemah.
"Pemerintah harusnya meringankan pajak. Masak aset saja ingin diberi pajak. Juga pemerintah harus ringankan bunga," tambahnya. (Robi/voa-islam.com)