JAKARTA (voa-islam.com)- Pakar Hukum Tata Negara menyebut bahwa pencalonan Tito Karnavian yang diajukan sebagai Kapolri tidak dapat disebut sebagai hak prerogatif, melainkan hanya hak nominasi. Ini ditandai dengan ikutcampurnya anggota dewan dalam menyaringnya. Seharusnya, menurut dia, jika memang diartikan sebagai hak prerogatif, maka lebih baik dilakukan saja eksklusifitas.
Akan tetapi, jika langkah itu diambil maka konsekuensinya kemungkinan berbahaya. "Di UU, itu bukanlah sebuah hak prerogatif. Tapi sudah prosedurnya. Kalau hak prerogatif, maka hak itu seharusnya tidak dapat terbagi oleh siapapun. Dan itu namanya hak nominasi," sampai Margarito Kamis, Jum'at (17/06/2016), di Jakarta.
Margarito juga mengkritisi bila ada yang mengatakan bahwa pengajuan Tito itu akan "membuang tradisi" yang telah ada. Ia, lanjutnya, mengatakan bahwa siapapun boleh menjadi Kapolri jika telah memenuhi syarat yang berlaku.
"Poin hukumnya itu adalah tidak adanya senior atau junior. Intinya itu adalah apakah memenuhi syarat atau tidak orang tersebut. Inilah yang mesti dicek," sambungnya.
Misalkan saja ia mengatakan bahwa syarat itu dapat dilihat jenjang karirnya dan juga jenjang kepangkatan Tito.
Bukan pula justru yang diperhatikan hal-hal kulit, ras, atau apapun. "Siapapun yang berbintang tiga boleh naik. Asal tidak menitikberatkan kepada suku atau adat, silahkan naik. Dan apa yang diajukan Presiden terhadap Tito pun benar secara hukum," tambahnya. (Robi/voa-islam.com)