BANYUMAS (voa-islam.com)--Polemik kepemilikian Rumah Sakit Islam Purwokerto (RSIP), Jawa Tengah hingga kini masih berkelanjutan.
Berbagai pihak menolak RSIP diakuisi oleh Muhammadiyah. Sementara di lain pihak RSIP dianggap sebagai aset Muhammadiyah.
Terkait polemik ini, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah berkomentar.
"Saya sudah berkomunikasi dengan Komandan Kokam Jawa Tengah dan Ketua PWPM, meminta semua kekuatan Kokam Jawa tengah yang berada disekitar Banyumas malam ini juga merapat ke RSI Purwokerto. RSI tersebut terang secara hukum milik Muhammadiyah, tidak bisa dibenarkan siapapun melakukan perampasan asset Muhammadiyah," terang Dahnil dalam akun Facebook miliknya tertanggal 21 Juni 2016.
Dahnil menambahkan, "Melakukan perampokan aset Muhammadiyah termasuk RSI Purwokerto dengan cara-cara ilegal, bahkan teror yang dilakukan kelompok preman harus dilawan. Adalah kewajiban Kokam Pemuda Muhammadiyah Untuk mempertahankan dan menjaga aset Muhammadiyah. Kita tidak berkompromi dengan perampok rumah kita, maka tidak ada kata lain selain Kokam Pemuda Muhammadiyah harus melawan, dan mengusir perampok di dalam Rumah kita.
Sementara itu, seperti dikutip Suara Merdeka edisi 5 Juni 2016, Pengurus Daerah Muhamadiyah (PDM) Kabupaten Banyumas, menyatakan tetap berpegang pada dokumen, pendirian yayasan RSI dan rumah sakit tersebut merupakan bagian dari amal usaha organisasi tersebut.
Pendiriannya juga berdasarkan mandat dan amanat dari pengurus pusat Muhammadiyah. “Negara kita negara hukum, mengatakan bahwa RSI Purwokerto bukan milik Muhammadiyah, menggelar aksi unjuk rasa, silahkan saja. Namun demikian Muhamamdiyah memiliki dokumen terkait pendirian RSI Purwokerto,” jelas Ketua PDM Banyumas, Ibnu Hasan, kemarin.
Yayasan, menurutnya didirikan pada 1983 lalu, adapun operasional RSI Purwokerto, berdasarkan dokumen yang dimiliki Muhamamdiyah mulai dilakukan pada tahun 1985/1986.
Ibnu juga menyampaikan, mandat dan amanat dari organisasi dengan dikeluarkan Surat Keputusan No A-1/002/1983 tanggal 23 Februari 1983. “RSIP dan yayasan didirikan sebagai salah satu kegiatan amal usaha Muhammadiyah. Bukti-bukti ada dan tidak hanya dari pengurus daerah saja, tapi juga diperkuat dengan SK dari pengurus pusat,” katanya.
Diceritakan, saat itu, PDM yang masih disebut Pimpinan Muhammadiyah Daerah (PMD) Banyumas, membentuk badan pendiri yang beranggotakan lima orang dari unsur Muhammadiyah. Mereka adalah H AK Anshori, Drs Djarwoto Aminoto, KH Syamsuri Ridwan, Moch Soekardi dan Moch Muflich.
“Ini diperkuat dengan SK dari PP Muhammadiyah No 06/PP/1985 tertanggal 25 Maret 1985. SK ini sekaliaigus menegaskan Yayasan RSIP dengan badan hukum yang berafiliasi kepada Muhammadiyah,” katanya.
Selanjutnya, pada tahun 1986, terjadi perubahan susunan badan pendiri. Berdasarkan berbagai pertimbangan organisasi, ada beberapa personil yang terpaksa digantikan karena perannya lebih dibutuhkan di badan amal usaha lain dibawah Muhammadiyah.
“Untuk mendirikan yayasan yang akan membangun Rumah Sakit, itu harus ada pembentukan badan pendiri terlebih dahulu. Jadi tidak bisa dibantah bahwa RSIP itu sejak awal memang diniatkan dibangun oleh unsur Muhammadiyah untuk kepentingan masyarakat secara umum,” ujarnya.
Ibnu menegaskan, RSIP tersebut direncanakan sebagai rumah sakit pendidikan yang harapannya akan mendukung kebutuhan unit amal usaha lain, yakni Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).Dia meluruskan bahwa akuisisi RSIP ini, bukan oleh UMP, tetapi oleh Muhammadiyah.* [Pro/dbs/Syaf/voa-islam.com]