JAKARTA (voa-isalam.com)- Akhirnya, KPK kembali dikucilkan kinerjanya di mata masyarakat. Penilaian ini karena KPK dilihat tidak lagi independen dalam menghadapi dugaan korupsi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta.
"KPK malahan terkesan memudahkan terjadinya Korupsi dalam proses pengadaan tanah skala kecil yang bernilai 800 milyar, seharusnya KPK yang salah satu fungsinya mencegah terjadinya korupsi berupaya untuk memperkuat posisi Perpres 71 tahun 2012, artinya tahapan-tahapan yang di atur dalam perpres tersebut wajib dipenuhi. Dalam Pepres 40 tahun 2014 hanya pasal 120 dan pasal 121 saja yang di revisi, sedangkan pasal-pasal lainnya dalam Pepres 71 tetap berlaku," demikian siaran pers Bastian P Simanjuntak, Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (GEPRINDO), Kamis (22/06/2016).
Seharusnya, di dalam pembelian itu Pemprov mengikuti alur hukum yang benar. Mengingat anggaran yang dipakai itu adalah uang Negara.
"Pembelian tanah Sumber Waras menggunakan uang negara yang ada dalam APBD, oleh karena itu sewajarnya penggunaan uang negara harus melalui tahapan-tahapan tertentu guna upaya pengendalian, pemeriksaan, pengawasan daerah. Jika kita membandingkan dengan Perpres No 4 tahun 2015 tentang pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, khusus pejabat pengadaan yang menggunakan uang negara untuk pembelian barang, nilai maksimum penunjukan langsung adalah 200 juta rupiah, maka sangatlah aneh ketika Gubernur Ahok bisa dengan mudahnya mengeluarkan uang negara 800 Milyar rupiah tanpa adanya proses pengkajian dan pengawasan yang ketat.
Bagaimana jika pola yang sama digunakan pemimpin daerah lain dalam pengadaan tanah? Bisa-bisa uang negara hilang triliunan rupiah dengan mudah, karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi kongkalikong antara Pemilik tanah dengan Gubernur atau Bupati dalam proses pembelian tanah skala kecil yang nilainya bisa ratusan milyar bahkan triliunan rupiah."
Gubernur atau Bupati dengan hal itu bisa menitip sejumlah uang dengan pemilik tanah dengan modus pembelian tanah yang nilainya sudah di-mark up. (Robi/voa-islam.com)