MANADO (voa-islam.com)--Realisasi Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) membutuhkan dukungan seluruh elemen bangsa, termasuk kalangan pengusaha.
Tujuan luhur dari UU Tapera untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi seluruh warga negara hanya dapat dicapai dengan kerjasama dan gotong royong dari segenap rakyat Indonesia.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, dalam acara kunjungan kerja Badan Legislasi DPR RI tentang Sosialisasi UU Tapera di Manado, Sulawesi Utara, Senin (27/6/2016).
Acara ini dihadiri juga oleh Wakil Ketua dan sejumlah Anggota Baleg DPR RI, Sekretaris Daerah Pemprov Sulut dan beserta jajaran Forkopimda, Pimpinan dan Anggota DPRD, Kanwil Kementrian Hukum dan HAM, Kapolda beserta jajaran, pelaku usaha property, perbankan, APINDO, perbankan, dan civitas akademika.
“Sumber pendanaan untuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sangatlah terbatas. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama seluruh elemen bangsa ini untuk memberikan bantuannya bagi terciptanya perumahan layak huni bagi setiap warga Negara Indonesia,” ungkap Neng Eem.
UU Tapera resmi disepakati antara Pemerintah dan DPR dalam rapat paripurna tanggal 26 Februari 2016 dan disahkan oleh Presiden RI serta mulai diberlakukan pada 24 Maret 2016.
Landasan terbitnya UU Tapera adalah amanat UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin tempat tinggal yang layak dan terjangkau terhadap manusia Indonesia. Kehadiran UU ini juga dinilai dapat melengkapi dua UU yang lahir sebelumnya yakni UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun.
Sejak pembahasan hingga pengesahannya, UU Tapera telah menimbulkan resistensi kalangan pengusaha dan pegawai swasta karena adanya kewajiban pengusaha selaku pemberi kerja dan pegawai swasta selaku pekerja untuk turut serta dalam kepesertaan Tapera dengan kewajiban untuk memberikan iuran. Adapun besaran iuran dunia swasta adalah sebesar 3% dengan perbandingan pekerja 2,5% dan pemberi kerja 0,5%.
Sementara itu, pekerja yang berhak mendapatkan fasilitas rumah melalui Tapera adalah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yaitu dengan penghasilan di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Sedangkan pekerja dengan penghasilan di atas UMR hanya akan mendapatkan simpanannya kembali pada akhir masa kerjanya.
Menurut Neng Eem, ketentuan dalam UU Tapera khususnya Pasal 64 tentang kewajiban pemberi kerja dan Pasal 72 tentang sanksi, merupakan upaya untuk mengajak dunia usaha berperan serta dalam program pengadaan rumah layak huni ini.
“Ini yang namanya kita bekerja secara bergotong royong sesuai falsafah bangsa ini,” tegasnya.* [Syaf/voa-islam.com]