View Full Version
Kamis, 30 Jun 2016

Soal Brexit: Indonesia Diseru Ikuti Langkah Inggris

JAKARTA (voa-islam.com)- Masih ingat tahun 2010 lalu, ketika Indonesia mengalami defisit perdagangan berturut turut dengan China sejak 2004 dan menguras devisa, membangkrutkan industri besi baja, petrokimia, makanan minuman dan mainan anak anak? Saat itu Indonesia hendak melakukan negosiasi dengan China, dan ternyata tidak bisa. Indonesia harus mengajak seluruh negara ASEAN untuk bernegosiasi dengan China, akhirnya gagal dan Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan China sampai dengan hari ini.

Kok bisa? Indonesia yang mendirikan ASEAN malah Indonesia yang harus menderita oleh kebijakan yang dibuat ASEAN? Disinilah masalahnya. ASEAN yang dibangun 1967 sebagai organsiasi kerjasama telah diubah menjadi organsiasi perdagangan bebas. 

Puncaknya setelah dibentuk konstitusi bersama ASEAN (ASEAN Charter) pada tahun 2007 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 2008 (gugatan masyarakat Ke Mahkamah Konstitusi dikalahkan oleh Mahfud MD dan kawan-kawan). Sejak saat itu ASEAN telah menjadi entitas hukum sendiri secara internasional, akibatnya kedaualatan Indonesia terenggut menjadi kedaualatan ASEAN.

Kisah tersebut mungkin bisa disejajarkan dengan Inggris yang baru saja melakukan referendum. Dan menurut Salamuddin Daeng, seorang pengamat ekonomi politik serta peneliti dari Universitas Bung Karno Indonesia harus mencontoh Inggris.

"Inggris telah keluar dari EU. Itu artinya Inggris telah kembali kepada nasionalismenya. Inggris juga kembali kepada konstitusi kerajaannya dan melepaskan seluruh konstitusi Eropa.

Pelajaran dari Berxit tersebut terang benderang. Indonesia harus merebut kembali kedaualatannya dari ASEAN. Indonesia harus kembali kepada Konstitusi UUD 1945 yang asli, mengurusi 34 Propinsi, menanggalkan demokrasi liberal kapitalis, sebagaimana Inggris kembali kepada sistem kerajaan dan mengurusi 53 negara persemakmurannya," sarannya, beberapa waktu lalu, melalui siaran pers yang didapat voa-islam.com.

Menurut Daeng, langkah Inggris itu telah tepat. Karena, organisasi yang dinaungin oleh UE nyatanya tidak dapat membuat banyak perubahan terhadap ekonomi dan pembangunan Inggris.

Brexit-nya Inggris ini juga sebetulnya telah banyak diprediksi pengamat bahwa akan dilakukan oleh negeri Britania tersebut. Kisaran waktunya kira-kira pada tahun 2008 lalu.

Brexit dihasilkan dari referendum. Di EU sendiri perekonomian dan pembangunan saling mangsa satu sama lain. Persaingan bebas yang terlewat bebas. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version