View Full Version
Selasa, 05 Jul 2016

Rusaknya DKI di Bawah Disebabkan Kepimimpinan Ahok yang Sibuk Lakukan Kontroversi dan Pencitraan

JAKARTA (voa-islam.com)- Banyak bicaranya seorang bisa jadi dalam hal kinerja buruk. Hal inilah yang mungkin saja terdapat pada diri Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di dalam memimpin DKI Jakarta.

Ahok, menurut Muchtar Effendi Harahap, dilihat dari hasil di bidang ekonomi dirasa tidak mampu meningkatkannya. Malah menurutnya terkesan terjun bebas.

"Sepanjang 2013 di bawah era Ahok, realisasi belanja daerah hanya 82,21 persen dan realisasi pendapatan daerah hanya 96,83 persen. Penyerapan belanja modal juga hanya 71,8 persen. Akibatnya, tingkat pertumbuhan ekonomi merosot; dan, daya beli rakyat terus menurun," katanya, melalui rilis yang didapat voa-islam.com, beberapa waktu lalu.

Malah di tahun selanjutnya, yakni pada tahun 2014, pendiri NSEAS (Network for South East Asian Studies) ini mengatakan lebih buruk lagi.

"Pada 2014 lebih buruk lagi. Target belanja daerah Rp. 65 triliun, realisasinya hanya Rp 43 triliun (66,80 persen). Realisasi belanja daerah hanya 59,32 persen."

Menurutnya, segala hal yang rendah ini diakibatkan terlalu banyaknya mantan Bupati Bangka Belitung itu melakukan pencitraan yang sebetulnya sangat tidak berdampak positif ke DKI.

"Rendahnya penyerapan ini, bukan karena tingginya efisiensi dilakukan, tapi lebih karena tak fokus rezim kekuasaan melaksanakan tugas diamanahkan dan dijanjikan. Lebih fokus pada kerja pencitraan ketimbang kerja nyata utk pembangunan menuju Jakarta Baru."

Kondisi ini, lanjutnya, diperkuat hasil audit BPK yang memberikan opini “Wajar Dengan Pengecualian” (WDP) atas pelaksanaan APBD 2013. Padahal sebelumnya menurut Muchtar, Era Foke (2011 dan 2012) sudah mencapai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

Padahal sepanjang 2014 Ahok  telah mengembor-gemborkan kebijakan untuk mencapai target pendapatan daerah, yakni: (1) Menyesuaikan dasar pengenaan pajak daerah; (2) Melakukan penyesuaian tarif pajak daerah tertentu; (3) memperluas basis pajak masih dapat dilakukan dengan online; (4) Sistem pajak daerah telah dilakukan sejak 2010 dengan 800 Wajib Pajak dan terus dikembangkan hingga 14.000 Wajib Pajak pada 2017. Semua kebijakan Ahok ini tidak mampu mencapai target pendapatan daerah telah direncanakan." (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version