JAKARTA (voa-islam.com)- Peningkatan daya beli menjadi instrumen paling tepat untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi karena data ekonomi menunjukkan bahwa 62 persen sampai dengan 65 persen pertumbuhan ekonomi di era SBY disumbangkan konsumsi rumah tangga. Demikian kata DPP FSPMI/MN KSPI, Iswan Abdullah yang juga dari Anggota Dewan Pengupahan Nasional melalui rilisnya, beberapa waktu lalu.
"....Bahkan ketika ekonomi kita anjlok di era Jokowi-JK hanya 4.8 persen tahun 2015, 51 persen Konsumsi RT, Investasi 33 persen, APBN dan Net Ekspor 16 persen.
Pertumbuhan ekonomi hanya bertumpu pada investasi yang pro pengusaha maka akan melahirnya dan mencetak pengusaha kaya/konglomerat semakin kaya atau lahirnya konglomerat baru dan data membuktikan adanya penumpukan modal puluhan ribu trilyun di luar negeri oleh para konglomerat/pengusaha Indonesia dan kesenjangan ekonomi akan semakin menganga (koef.gini terus meningkat).
Sementara pendapatan upah pekerja dan masyarakat di Indonesia semuanya dihabiskan untuk belanja kebutuhan hidup bulanan bahkan tidak meninggalkan sisa untuk saving (tabungan). Atas analisis tersebut di atas maka disarankan kepada Pemerintah agar segera mencabut PP no.78 tahun 2015 dan buruh/pekerja kelompok masyarakat yang sangat taat membayar Pajak dan tidak pernah menggemplang pajak bahkan uang gaji belum sempat dilihat pajak langsung dipotong.
Negara ini adalah milik kita bersama bukan milik penguasa dan pengusaha saja tetapi milik guru, petani, nelayan, buruh/pekerja, pengangguran, rakyat miskin lain, pengusaha, penguasa, TNI, Polri serta seluruh elemen masyarakat lainnya. Sehingga setiap kebijakan yang akan diambil harus mengakomodir dan memperhatikan kepentingan semua pihak. Bali, tanggal 19 Juli 2016. (Robi/voa-islam.com)