JAKARTA (voa-islam.com)- Tepat dua puluh tahun keluarga korban mengenang peristiwa berdarah 27 Juli 1996 (Kudatuli), presiden Jokowi memberi kejutan yang tak kalah menyedihkan dengan menunjuk Jenderal Purnawirawan Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam). Menurut Ketua IKOHI, Wanmayetti, Wiranto adalah orang yang bertanggung jawab atas berbagai tindak pelanggaran HAM berat, di antaranya kasus Kerusuhan Mei 1998, penculikan dan penghilangan paksa aktivis tahun 1997/1998, Kasus Trisakti dan Semanggi, serta kerusuhan pasca referendum Timor Timur 1999.
"Kasus-kasus tersebut menjadi catatan kelam dalam sejarah Republik Indonesia di mana anak-anak bangsa menjadi korban dari kebrutalan aparat keamanan negara. Pada saat itu, Wiranto adalah panglima TNI yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam penugasan operasi dan pengendalian pasukan TNI," demikian rilis yang didapat voa-islam.com.
Penunjukan Wiranto tentu menciderai janji presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Janji untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu mendorong para korban dan keluarga korban mendukung penuh agar ia terpilih menjadi presiden. "Begitu menjadi presiden, Jokowi tetap mengulangi janjinya tersebut. Kami ingat, pada tanggal 9 Desember 2014, di Gedung Agung Yogyakarta, di hadapan para korban dan penyintas kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, presiden Jokowi menyatakan bahwa 'Pemerintah terus berkomitmen untuk bekerja keras dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu secara berkeadilan .... Ada dua jalan yang bisa kita lalui, yaitu lewat jalan rekonsiliasi secara menyeluruh, [dan] yang kedua, lewat pengadilan HAM ad hoc'."
Pernyataan presiden tersebut dikuatkan kembali dalam pidatonya pada tanggal 14 Agustus 2015 dengan menyatakan: "Saat ini Pemerintah sedang berusaha mencari jalan keluar paling bijaksana dan mulia untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Air. Pemerintah menginginkan ada rekonsiliasi nasional sehingga generasi mendatang tidak terus memikul beban sejarah masa lalu. Anak-anak bangsa harus bebas menatap masa depan yang terbentang luas. Semua itu merupakan langkah awal pemerintah untuk menegakkan kemanusiaan di bumi Nusantara.” (Robi/voa-islam.com)