JAKARTA (voa-islam.com)- Reshuffle yang dilakukan belum lama ini adalah bentuk dari kekuasaan Presiden. Tapi partai-partai yang ada dan menyatakan dukungannya kepada pemerintah dinilai sebagai salah satu sebab mengapa ekonomi Indonesia tidak lagi labil. Dan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat untuk posisi ekonomi.
"Mereka sadar untuk tidak survive. Lihat saja Golkar. Tidak ingin lama-lama menderita. Bahkan mendukung Jokowi untuk 2019 jauh-jauh hari. Dan ini sinyal yang jelek. Padahal balance dibutuhkan di demokrasi sehat," sampai ekonom, Faisal Basri, Senin (1/08/2016), di Jakarta.
Ia juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi dalam mengeluarkan kebijakan tidak pernah membuat pilihan. "Jokowi cenderung mengeluarkan kebijakan praktis tanpa chalance. Contohnya: 'Pokoknya saya inginkan pajak 30 persen'. Menteri pun bingung, kan. Lahirlah Tax Amnesty. Lalu masuk kembali menjadi anggota OPEC," katanya.
Faisal juga mengatakan bahwa paket-paket yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi tidak berimplikasi. "Wajar, kawan-kawan. Jika antara paket dengan hasil tidaklah nyambung. Ini karena orang dekat Presiden telah meng-entartain. Belum lagi keinginan pada saat itu, yakni harga daging sapi Rp. 80 ribu. Tapi keinginan itu diurainya," tambahnya.
Bahkan saking ingin menekan harga, makanan anjing pun diimpor pemerintah. "Sampai impor tetelan yang makanan anjing, kata menteri," sambungnya.
Kapal yang khusus untuk mengangkut ternak pun dinilai belum menunjukkan keberhasilan. "Sampai sapi pun harus diangku kapal khusus dari NTT. Dan ini pun tidak mungkin. Karena Jakarta saja kebutuhannya mencapai 1600. Sedangkan kapal itu sudah 4 bulan baru bisa mengangkut 500," tutupnya. (Robi/voa-islam.com)