JAKARTA (voa-islam.com)- Ibukota Jakarta sebagai miniatur dari Indonesia sangat penting diketahui oleh masyarakat. Jakarta yang saat ini memiliki Gubernur yang acapkali membuat controversial menurut beberapa pengamat bukanlah cerminan yang patut dihadirkan.
“Perilaku politik petahana dengan Jokowi berbeda. Dan ini bisa kenakan dampak ke Pilkada 2017 nanti. Karena bukan hanya nama Jakarta, tetapi ini menyangkut Ibukota,” sampai Ubeidillah Badrun, pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ahad (28/08/2016), di Jakarta.
Ia membagi perilaku atau sikap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan beberapa pendekatan. Ini digunakan untuk membaca apa yang sebenarnya terjadi pada diri Ahok.
“Pertama menggunakan pendekatan psikologis. Ahok itu lahir dan dalam keadaan di mana ia memiliki ketiga budaya terbesar di dunia. Dan Ahok pun dipengaruhi sosiologisnya sehingga terbentuk demikian,” katanya.
Selain itu, Ahok dinilai olehnya mempunyai kedekatan dengan beberapa kantong budaya yang sinkron dengan finansial besar. “Ia memiliki akses capital. Dengan kebesaran itulah Ahok menempati seolah mempunyai posisi kuat,” sambungnya.
Yang kedua menurutnya adalah Ahok dipengaruhi oleh sisi psikologis. Menurutnya, selain memiliki pribadi unik, Ahok juga dikatakan mempunyai masalah dalam kepribadiannya.
“Dengan pendekatan psikologis, kita lihat Ahok ini unik. Jika melihat riset, Ahok malah dikatakan memiliki persoalan dalam dirinya. Dan inilah persoalan Ahok. Sehingga pernyataan-pernyataannya yang muncul tidak masuk ke dalam nalar masyarakat (publik),” tambahnya.
Tidak hanya itu, bahasanya yang terkesan sarkatis pun muncul karena Ahok terpengaruh dengan masa lalunya. Yang akhirnya ia “kembali” ke pemilik modal. “Bahasa-bahasa yang sarkatisme itu karena hidup di masa lalunya. Ia di bawah tekanan masa lalunya. Sehingga pada akhirnya ia kembali pada lingkungannya, yakni pemilik modal,” jelasnya. (Robi/voa-islam.com)