View Full Version
Rabu, 07 Sep 2016

Minoritas Kuat Finansial Tindas Pribumi dengan Mainkan Isu SARA

JAKARTA (voa-islam.com)- Jelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, kebanyakan masyarakat awam bahwa ada penindasan yang dilakukan oleh mayoritas terhadap minoritas. Sebetulnya tidak demikian. Justru sebaliknya, penindasan itu dilakukan oleh kaum minoritas, yang mempunyai kekuatan secara ekonomi dan kekuasaan.

“Dunia modern ditandai penindasan oleh kekuatan ekonomi minoritas yang kuat terhadap kekuatan mayoritas enonomi yang lemah. Ekonomi biasanya berada di balik motif penindasan. Itu sudah hukum sejarah yang belum ada bantahannya. Terkadang kekuatan ekonomi minoritas  yang menindas menggunakan isu etnis dan agama dan lain-lain untuk mempertahankan penindasannya. Seringkali isu etnis, agama, dan lain-lain menjadi hal primer dibicarakan ketimbang akar penindasan di bidang ekonominya,” tulis Andi Arief, politisi dari partai Demokrat melalui akun Twitter pribadinya.

Penindasan terhadap mayoritas yang lemah juga umumnya dilakukan dengan menerapkan kekuatan militer dan aparat. “Untuk melakukan penindasan baik oleh mayoritas maupun minoritas biasanya ditopang oleh satu kekuatan pendisiplin biasanya militer/polisi dan lain-lain. Hukum besi penindasan adalah yang kuat memperlakukan yang lemah.”

Ormas dan LSM pun terkecoh jika adanya peristiwa tersebut, yang hanya melihat luar saja bahwa SARA dimainkan karena kaum mayoritas. “Sehingga para agen kebebasan bernama intelektual, media, LSM dan lain-lain terjerumus  melihat  etnis, agama dan variannya sebagai penyebab disharmoni. Intelektual, LSM, media yang berada di belakang isu etnis dan agama  biang keladi disharmoni sering tidak menyadari bahaya tindasan ekonomi.”

Menurut aktivis senior ini, banyak pula yang meilhat perlawanan basis etnis, agama dan lain-lain hanya sebatas  standar perlakuan kesetaraannya tanpa memasukkan variabel penindasan ekonomi. “Etnis, agama dan variannya adalah adalah wadah berkumpul yang harmoni, selama tidak ada penindasan ekonomi yang semakin menggila. Tidak dikenal ketimpangan etnis atau ketimpangan beragama, yang ada dan dikenal luas adalah ketimpangan ekonomi.” (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version