JAKARTA (voa-islam.com) - Perilaku Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang jauh dari norma-norma beradab membuat dia sama sekali tidak layak menjadi Gubernur Jakarta. Sikap dan tindak-tanduknya lebih biadab dibandingkan Firaun, karena dia bengis terhadap rakyatnya.
“Apa yang dilakukan Ahok jelas sangat bertentangan dengan cita-cita Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya. Kami sangat berharap, selaku Ketum PDI-P Megawati tidak mengusung Firaun kecil itu pada Pilkada DKI tahun depan,” ujar Ade Mauldi, Koordinator Gabungan Pemuda Pinggir Jalan (GP2J), kepada wartawan di sela-sela aksinya di depan kantor Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP), Jl. Diponegoro, Jakpus, Kamis (7/9).
Menurut dia, kebijakan Ahok yang telah menggusur ratusan perkampungan telah menyebabkan lebih dari 8.000 KK kehilangan tempat tinggal. Bukan hanya itu, para korban gusuran itu juga kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Akibatnya, mereka yang sebelumnya sudah miskin, menjadi semakin terpuruk lagi.
Lebih gilanya lagi, lanjut Ade, masih ada ratusan titik lagi permukiman rakyat kecil yang akan digusur sepanjang tahun 2016. Kebijakan Ahok ini sama saja dengan memerangi orang miskin, bukan memerangi kemiskinan.
“Ahok lebih biadab dibandingkan Firuaun. Karena Firaun hanya bengis terhadap Bani Israel, tapi melindungi dan mensejahterakan penduduk Mesir yang menjadi rakyatnya. Karena itu, Ahok bukan cuma tidak boleh maju lagi dalam Pilgub DKI Februari 2017, tapi jika memungkinkan harus diturunkan segera. Dia harus ditumbangkan secepatnya, agar tidak semakin banyak rakyat jelata yang menjadi korban keganasannya,” katanya.
Dalam aksinya, GP2J membawa sejumlah poster. Di antaranya, Ahok Gubernur Penggusur, Ahok Musuh Wong Cilik, Ahok Gubernur Pengabdi Aseng dan Asing, Hai Gadis, Jangan Kau Khianati Cita-cita Bapakmu; Cita-cita Proklamator Kemerdekaan, dan PDI-P Usung Ahok, PDI-P Khianati Wong Cilik.
Ade menuturkan, GP2J adalah gabungan para pemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Anggota GP2J mengais rejeki dengan berbagai cara. Antara lain dengan mengamen di bus-bus kota, menjadi “Pak Ogah” di tikungan-tikungan jalan, menjual jasa parkir di keramaian, sampai jadi ‘petugas keamanan’ tidak resmi di pusat-pusat pertokoan dan perbelanjaan.
Karena profesi dan kegiatannya yang tidak jelas, masyarakat sering memandang anggota GP2J dengan sebelah mata. Sebagian lain bahkan menyebut mereka sampah masyarakat. Keberadaan mereka juga dianggap meresahkan masyarakat.
“Masyarakat sering menyebut kami para pemuda pinggir jalan sebagai sampah masyarakat, sebagai orang-orang yang ga bener. Ok, katakanlah, kami memang sampah masyarakat. Tapi, kalau sampah masyarakat seperti kami saja menolak Ahok, masa kalian yang katanya orang-orang bener tetap mendukung Ahok? Mikir…!!!” tukas Ade. [ade/syahid/voa-islam.com]