JAKARTA (voa-islam.com)--Penulis buku Ayat-Ayat yang Disembelih, Thowaf Zuharon menolak klaim International People Tribunal (IPT) yang menyebut pemerintah RI bertanggungjawab atas pembunuhan massal 1965.
Menurutnya, aksi pembunuhan itu dilakukan lebih dahulu oleh PKI dalam perang sipil pada peristiwa tahun 1965.
"PKI lah yang lebih dulu membunuh para kyai dan santri. Bisa dilihat pada peristiwa Cluring di Banyuwangi, di mana para anshor diracun secara massal, pembunuhan kyai di Solo, yogyakarta, Klaten, dan sebagainya," kata Thowaf.
Lanjutnya, peristiwa berdarah 1965 adalah perang sipil dan baku bunuh antara PKI dengan umat Islam sebagai musuh PKI, bukan pembunuhan sepihak seperti yang diklaim kelompok pro-PKI.
"Peristiwa 1965 bukan pembunuhan. Tapi perang sipil, kondisi kacau dan baku bunuh. Bahkan TNI sempat terbelah," terangnya.
Selain itu,kata Thowaf, pada peristiwa 1965 tidak ada aksi menunggangi sipil oleh militer, seperti isu yang dihembuskan kalangan pro-PKI.
"Tidak ada militer menunggangi sipil. Situasi saat itu kacau dan tidak terkendali. Ada banyak TNI yang bergabung ke PKI juga. Tapi, ada TNI yang masih pancasila dan membela Islam," lontarnya.
Pada peristiwa 1965, sambung Thowaf, tidak hanya eleman umat Islam yang melakukan perlawanan terhadap PKI. Tapi, dari kalangan agama lain juga.
"Banyak juga kalangan PMKRI, pemuda katholik yang melawan PKI," tuturnya.
Sekadar diketahui, setiap 30 September umat Islam Indonesia memperingati pemberontakan berdarah PKI. Pemberontakan itu banyak memakan korban, umat Islam banyak menjadi korban dalam aksi PKI tersebut.* [Bilal/Syaf/voa-islam.com]