View Full Version
Rabu, 19 Oct 2016

Pemukiman Warga DKI Digusur untuk Penuhi Hasrat Pengembang dan Properti

JAKARTA (voa-islam.com)- Ada logika sederhana bagi masyarakat yang ingin berpikir saat melihat penggusuran di DKI Jakarta. Salah satunya adalah paska dipindah-paksa ke rumah susun warga tidak lagi mempunyai tanah, bangunan rumah, dan mungkin lainnya seperti pekerjaan (baca: penghasilan).

Bagi warga, seperti yang dikisahkan oleh aktivis dan seorang pengajar Sandyawan Sumardi, warga sebetulnya lebih mementingkan pekerjaan daripada tempat tinggal itu sendiri.

“Warga itu mempunyai logika sederhana. Sebelum digusur mereka mempunyai tanah, rumah, dan pekerjaan. Akan tetapi setelah digusur, semua itu lenyap. Bahkan mereka itu sebetulnya lebih mementingkan pekerjaan daripada tempat tinggal (rusunawa). Mereka mengatakan bahwa itu adalah haknya (pekerjaan),” ucapnya, Selasa (18/10/2016), di Jakarta.

Paska dipindah-paksa oleh Pemprov DKI di bawah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mereka pun ternyata membutuhkan penghasilan yang lebih untuk menutupi kebutuhannya selama berada di tempat baru (rusunawa).

“Untuk sewa paska gratis 3 bulan, mereka harus mengeluarkan Rp. 300 ribu. Untuk listrik itu Rp. 100-200 ribu. Ya, tergantung pemakaian memang. Akan tetapi, misalnya saat di Bukit Duri itu mereka hanya mengeluarkan Rp. 100 ribu saja. Nah, saat dipindah-paksa itu, mereka kini mengeluarkan dengan total Rp. 700.000-1.200.000,” tambahnya.

Bagi dirinya, Pemprov DKI ini sebetulnya bukan sedang menata agar lebih indah. Akan tetapi ada niat lain yang lebih dari itu, sebut saja untuk perputaran modal bagi para pengembang atau pengusaha property.

“Kesimpulan kami itu, yang utama adalah Pemprov DKI menggusur warga demi perputaran modal para pengusaha. Hal ini diambil agar harga properti di DKI naik,” tutupnya. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version