JAKARTA (voa-islam.com)--Advokat Senior, Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa demo besar 4 November 2016 dengan tuntutan prises hukum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok harus diambil pelajaran oleh pemerintah, tidak boleh mengabaikan kasus penistaan agama.
"Pemerintah harusnya paham bahwa masalah penistaan agama tidak dapat didiamkan, tetapi harus diambil langkah hukum yang tegas," katanya dalam rilis yang diterima voa-islam.com, Sabtu (5/11/2016).
Menurut Yusril, pemerintah tidak boleh terkesan melindungi seseorang yang diduga menista agama. Jika didiamkan, kegiatan itu makin marak, agama dilecehkan seenaknya seperti terlihat di media sosial akhir-akhir ini.
"Persoalan agama itu adalah persoalan sensitif yang dapat memicu pergolakan sosial dan politik di negara kita. Di negara lain mungkin tidak. Persoalan agama tidak bisa dibarter dengan kepentingan politik sesaat jenis apapun, karena dapat berakibat fatal yakni terpecah-belahnya kita sebagai sebuah bangsa," ujar mantan Menteri Kumham itu.
Yusril meyakini demo besar tidak akan terjadi jika sejak awal penegak hukum mengambil langkah hukum yang tegas terhadap Ahok. Namun, lanjutnya, aparat seperti tidak berdaya karena Ahok terkesan dilindungi Presiden Jokowi.
"Para pendemo dan umat Islam sejak awal ingin demo damai. Janji Jokowi akan menindak tegas Ahok dan beliau akan tetap di istana, menerima dengan baik wakil-wakil demonstran, akhirnya buyar karena Presiden pergi ke Cengkareng untuk sesuatu yang tidak begitu penting. Wapres Kalla yang akhirnya menerima wakil demonstrans, tak cukup memuaskan," bebernya.
Akhirnya, sambung Yusril, sebagian pendemo tetap bertahan untuk bertemu Presiden. Namun itu tidak terjadi sampai pagi 5 November 2016. Padahal, rusuh sudah terjadi di beberapa titik wilayah Jakarta.
"Presiden yang dicitrakan dekat dengan rakyat, disaat yang genting justru menghindar dari rakyatnya sendiri," pungkasnya.* [Bilal/Syaf/voa-islam.com]