JAKARTA (voa-islam.com)--Aksi Presiden Joko Widodo yang meninggalkan peserta Aksi Damai Bela Quran (Aksi Damai 411) ke Bandara Cengkareng, dinilai berdasar masukan intelijen yang salah.
Presiden Jokowi diberi masukan, aksi 411 ini hanya diikuti oleh kelompok radikal, dan maksimal dihadiri 18 ribu orang saja. Ternyata informasi dari Intelijen keliru, sebab peserta aksi 411 justru mencapai jutaan orang dan dari lintas elemen umat Islam.
Menanggapi hal ini, pengamat intelijen Jaka Setiawan mengatakan, dalam Aksi Damai 411 Presiden Jokowi justru menjadikan intelijen sebagai kambing hitam.
"Intelijen dalam aksi 411 justru dijadikan kambing hitam atau bamper untuk menutupi kebijakannya yang salah total dalam menyikapi 411," kata Jaka saat dihubungi Rabu (09/11/2016).
Menurut Jaka, justru yang digunakan Jokowi untuk menilai aksi 411 adalah media çrawl dan buzzeranalisis dari sosial media.
"Wajar kalau kebijakannya amburadul khususnya dalam masalah keamanan dan politik," tegas Jaka yang juga Direktur Pengkajian Kebijakan Strategis Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) ini.
Padahal, lanjut Jaka, Jokowi beberapa waktu yang lalu baru mengangkat staf presiden bidang intelijen.
"Ini perlu di evaluasi," ujar alumni S2 Kajian Intelijen Strategik UI ini.
Sebagaimana diketahui, pasca Aksi Damai Bela Quran yang dihadiri lebih satu juta orang, Presiden Joko Widodo sempat menyoal data intelijen terkait data peserta Aksi Damai Bela Islam Jumat 4 November 2016.
“Perkiraan kalkulasi (jumlah demonstran) harus didetailkan lagi,” tegas Presiden Jokowi di gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (8/11/2016).
Presiden Jokowi mengatakan, sebelum demo, dirinya mendapat informasi jumlah peserta hanya sekitar 18 ribu orang. Namun fakta di lapangan jumlahnya justru di atas satu juta sementara jumlah aparat yang dikerahkan hanya 16 ribu.
Sementara itu, tindakan presiden yang memilih mengindar dari umat Islam dalam Aksi Damai 411 dimungkinkan karena informasi sepihak, yang boleh jadi dari intelijen yang tidak netral, dalam hal ini, jelas-jelas kontra ideologi pada peserta aksi damai.
"Intelijen estimate itu harus netral dan objektif, jika pun berpihak maka harus berpihak kepada National Interest. 2 point ini klo terjadi berbahaya untuk negara," tutupnya mengimbau.
Menurut Jaka, memang benar Jokowi mendapat informasi dari intelijen, tetapi informasi itu keliru. Ada 2 kemungkinan. Pertama, Intelijen yang memberikan informasi; awam. Kedua, Intelijen yang memberi info punya kontra ideologi dengan Gerakan Aksi Damai 411.* [Faz/Syaf/voa-islam.com]