JAKARTA (voa-islam.com)- Sebelum adanya aksi Super Damai Bela Islam III, Jokowi dan beberapa instansi negara keamanan dan pertahanan sibuk bersafari dan buat acara. Dalam hal ini, menurut pengamat, Ferdinand Hutahean laku demikian sama saja mengidentikan bahwa instansi itu lebih nasionalis, sedangkan yang lain tidak.
"Sebenarnya TNI dan Polri telah membuat kontra dengan diadakannya beberapa karnaval. Seolah-olah mereka itu cinta. Dan sebaliknya kita justru disebut makar," katanya, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Menurut Ferdinand, teknik ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh komunisme. Dan seharusnya tidak demikian untuk menemukan jalan keluarnya.
"Ini polanya mirip dengan komunis. Padahal kan solusinya itu sangat mudah. Tapi kenapa dibuat rumit? Sama seperti ada tikungan tetapi justru menginjak gas, bukan direm," tambahnya.
Seharusnya itulah yang dilakukan pemerintah: mencari solusi, bukan mencari pembenaran dengan tafsir sendiri. Dan menurutnya, hal ini justru mengakibatkan kondisi yang semakin tidak berkesudahan.
"Saya bingun dengan pemerintah saat ini. Atmosfer ini sedang gawat. Apalagi saat TNI dan Polri, saya sedih. Bukan nasionalis, tetapi malah ikat kepalanya dengan ikat kepala putih," tutupnya. (Robi/voa-islam.com)