View Full Version
Ahad, 19 Mar 2017

Sebut Ahok Terdakwa Penista Agama, Sejumlah Pihak Nilai Okezone Sudah Sesuai Fakta

JAKARTA (voa-islam.com)--Polemik judul berita 'Ketika Terdakwa Penistaan Agama Salami Raja Salman di Bandara' yang dimuat situs berita Okezone awal Maret 2017 lalu nampaknya terus berlanjut.

Sejumlah pihak mempertanyakan sikap Dewan Pers yang menegur pengelola situs berita Okezone terkait judul berita tersebut yang dinilai melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Wartawan senior Karni Ilyas menilai tidak ada yang salah dalam pemuatan judul Okezone.

"Setelah saya baca, saya enggak lihat di mana salahnya (Okezone) dalam memberitakan Ahok dan Raja Salman," ucapnya, Ahad (19/3/2016). Karni pun penasaran dengan kesalahan apa yang ada di berita Okezone tersebut.

Pasalnya, berita tersebut mendapat teguran dari Dewan Pers. "Saya hanya ingin tahu apa kesalahan berita Okezone," katanya.

Ahli hukum pidana Suparji Ahmad menyebutkan pemberitaan Okezone terkait Ahok bersalaman dengan Raja Salman sudah sesuai fakta. "Ya enggak ada, wong itu sesuai fakta. Yang penting kan apa yang diberitakan itu sesuai fakta, bukan fitnah, tidak mengada-ngada. Kan kalau baik enggak baik itu sesuai selera," paparnya.

Sementara tokoh pers nasional, Wina Armada Sukardi menyoroti isi pasal 3 KEJ berbunyi, "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah."

"Asas menghakimi dan asas praduga bersalah mana yang dilanggar Okezone? Sama sekali tak ada," kata Wina, seperti dikutip Voa Islam dari Rakyat Merdeka Online, Sabtu (19/3/2017).

Wina menilai Okezone sama sekali tidak menyebut Ahok pasti bersalah atau tidak bersalah. Okezone juga tidak mengklasifikasikan Ahok adalah pasti penjahat atau pelanggar hukum.

"Semuanya yang disajikan fakta belaka. Bahwa Ahok sedang jadi terdakwa dan dapat bersalaman dengan Raja Salman, itu fakta," tegas Wina.

Ikhwal unsur berimbang, terang Wina, jika sudah menjadi fakta umum yang akurat, seperti status resmi tersangka, terdakwa, jenis kelamin orang, dan lain-lain sudah menjadi informasi publik yang akurat maka tak perlu lagi minta konfirmasi.

"Misalnya karena Ahok tersangka atau terdakwa, nggak perlu lagi ditanya. Apalagi di berita Okezone itu sendiri penyajiannya sudah netral," terangnya.

Jika dari pihak Ahok atau manapun juga merasa disudutkan oleh berita seperti demikian, menurut Wina, itu konsukuensi logis dari status seorang dalam pemberitaan. "Maaf, Dewan Pers dalam hal ini ngawur," tegas Wina.

Kemudian dari isi berita maupun foto yang ditayangkan Okezone.com juga dinilai Wina, tak ada satupun yang memuat unsur SARA, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 KEJ.

"Okezone sama sekali tidak merendahkan dan diskriminatif terhadap orang China ata keturunan China," katanya.

Dalam surat Dewan Pers, ia tidak melihat adanya penjelasan jenis kesalahan dari cara Okezone memberitakan salaman Ahok dan Raja Salman.

"Apa karena framing, angle berita, atau apa? Biar masyarakat pers juga dapat belajar atau berdiskusi," tanya Wina.

"Koran Rakyat Merdeka tiap hari membuat berita berdasarkan framing tertentu. Majalah Tempo tiap terbit membuat berita berdasarkan angle tertentu. Dan itu bukan pelanggaran sama sekali. Disini lagi-lagi Dewan Pers ngawur," imbuh Wina.

Wina melanjutkan, dalam mekanisme DP sebetulnya tidak ada istilah 'teguran' atau 'peringatan'. Yang ada ialah Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi atau PPR. Kalau sudah ada sekian banyak 'teguran' atau 'peringatan' ia khawatir media pers yang terkena nantinya sebagai hukuman bisa disensor, dibredel atau dilarang siaran.

"Tepat sama dengan zaman Departemen Penerangan di Orde Baru. Ini terang benderang bertentangan diametral dengan UU Pers," tegas Wina yang juga terlibat aktif menyusun KEJ.

Untuk itulah ia mengusulkan agar Okezone.com melakukan bantahan kepada DP sekaligus menolak "teguran" atau "peringatan" tersebut. * [Dbs/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version