JAKARTA (voa-islam.com)--Agama dalam masyarakat Indonesia sudah menjadi realita sosial sekaligus politik, yang tak dapat dipisahkan. Bahkan secara historis, semangat ini sudah sejak awal diakui para pendiri negara ini.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Pernyataan itu, disampaikannya menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa Politik dan Agama harus dipisahkan, saat kunjungan kerja ke Sumatra Utara.
"Agama juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia melingkupi seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, politik, hingga hukum," kata Fadli.
Menurut Fadli, Indonesia bukanlah negara agama, tapi itu bukan berarti agama harus terpisah dari kehidupan politik.
"Hukum agama diakui dalam sistem hukum kita seperti hukum perkawinan, warisan, dan seterusnya,” tegasnya.
Fadli menjelaskan bahwa Bung Hatta pada tahun 1973 yang sangat kuat mengingatkan Presiden Suharto agar RUU Perkawinan disesuaikan dengan aspirasi umat Islam. Kemudian Bung Hatta juga pernah menyatakan bahwa bagi Muslim berjuang membela tanah air bukanlah suatu pilihan, namun merupakan tugas hidup.
"Ini menandakan agama melekat dalam masyarakat kita," cetusnya.
Oleh sebab itu pula, di dalam Pancasila dan juga pembukaan UUD 1945, semua diawali dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini refleksi bahwa di Indonsia antara agama dan politik tidak dapat dipisahkan, dan justru merupakan kunci dari kebaikan bersama.
"Justru pemisahan agama dan politik bisa menimbulkan masalah. Apalagi kalau menganggap agama sebagai candu seperti Karl Marx atau racun seperti kata Mao Tse Tung. Agama adalah tuntunan hidup bagi umatnya dan dijamin oleh konstitusi.” ujarnya.
Fadli menilai konflik dalam pemilihan kepala daerah bukan disebabkan faktor agama dalam politik. Akan tetapi, lebih disebabkan oleh pernyataan satu orang yang sangat provokatif. Problem utamanya, kata Fadli, terletak pada ketidakmampuan satu orang mengendalikan ucapannya di depan publik. Sehingga melewati koridor yang sangat sensitif.
"Di situlah akar utamanya. Jika saja tidak ada pernyataan saudara Basuki Tjahja Purnama yang menyinggung kelompok Islam, gesekan masyarakat juga tidak akan eskalatif seperti saat ini," tandasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]