JAKARTA (voa-islam.com)- Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus penistaan agama Islam yang dilakukan oleh Ahok dengan masa hukuman satu tahun dengan percobaan dua tahun terus menjadi polemik. Apalagi jika dibandingkan dengan kasus penistaan dengan pelaku yang berbeda, Ahok nampak diistimewakan.
"Ahok menghina Quran dan Ulama dengan mulutnya sendiri sebagai buah dari pemikirannya dan ilmunya. Dalam hal ini Ahok secara sadar melakukannya dan bermaksud agar dirinya dapat dipilih menjadi Gubernur oleh pendengar muslimnya meski ia beragama Kristen.
Beda dengan Arswendo, dia tidak punya jabatan, dia hanya budayawan yang memimpin tabloid Monitor dengan oplah tidak besar. Dia menempatkan Nabi Muhammad di urutan 11 dan menempatkan Soeharto sebagai urutan pertama sebagai tokoh yang paling diidolakan di Indonesia," demikian tulisan Ari Wibowo, Presidium Sekber Aktivitas UI, yang didapat voa-islam.com.
Pengumuman tabloid Monitor pada 15 Oktober 1990 itu menurutnya bukan atas pemikirannya sendiri tapi atas hasil survey mengenai siapa tokoh yang paling diidolakan oleh masyarakat Indonesia.
Meski dia adalah penanggungjawab tabloid, suara terbanyak Soeharto diperoleh dari jawaban masyarakat yang disampaikan melalui kartu Pos.
"Tercatat monitor menerima hingga sebanyak 33.963 kartu pos dan terdapat sejumlah 667 nama yang diajukan para pembaca. Hasil dari survey itu adalah menempatkan antara lain Presiden kala itu, Soeharto, di urutan pertama, sedangkan Nabi Muhammad berada di urutan kesebelas."
Dia akhirnya divonis penjara lima tahun dan pada saat banding di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, Arswendo akhirnya dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara. Arswendo diadili saat Soeharto dan pemerintahan Orde Baru kuat. Pemerintah Orde Baru memberikan keadilan dengan vonis yang berat tersebut. (Robi/voa-islam.com)