JAKARTA (voa-islam.com)- Apa yang dituntut oleh JPU atas terdakwa penoda agama, Ahok cukup banyak membuat kecewa umat Islam. Misalkan saja harusnya tuntutan itu lewat Pasal 156a, tetapi malah melalui Pasal 156.
Melihat kondisi ini, seorang tokoh yang duduk di lembaga MUI pun pesimis dengan keberlanjutan hukum untuk Ahok.
"Tidak dapat diharapkan untuk mengawasi kinerja jaksa. Jaksa itu harusnya menjai wakil negara, bukan pemerintah," Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah, Sabtu (29/04/2017), di Cikini, Jakarta Pusat. Hal ini ia ungkapkan saat nampak tidak terlihatnya sikap Komisi Kejaksaan.
Ia pun menduga tuntutan itu lahir karena negara ingin mengamankannya. "Karena semua pelaku penista dipenjara. Hanya Ahok yang tidak.
Jangan sampai penista agama hidup dan tumbuh subur di Indonesia," harapnya.
Namun demikian, dari kasus penistaan agama ini, ia masih berhatap ada titik cerah dari hakim. Sebab menurutnya, keputusan hakim tidak harus sama dengan tuntutan jaksa.
"Sesuai dengan Pasal 14 KUHAP, hakim tidak perlu terikat dengan tuntutan jaksa," tutupnya. (Robi/voa-islam.com)