JAKARTA (voa-islam.com)--Keputusan pemerintah melalui Menko Polhukam tentang Pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia mendapat kritik dari pegiat hak asasi manusia.
Rozaq Asyhari, Sekretaris Jenderal Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia menegaskan pembubaran suatu ormas harus menggunakan aturan hukum.
“Pembubaran ormas itu ada aturan mainnya dalam Undang-Undang Ormas, jadi tidak hanya dengan sebuah perss conferece ormas bisa dibubarkan. Kita ini negara hukum, jadi aturan hukum harus ditengakkan dengan baik," papar Rozaq dalam keterangannya kepada Voa Islam, Senin (8/5/2017).
Lebih lanjut Rozaq Asyhari mengungkapkan langkah panjang yang harus ditempuh pemerintah sebelum membubarkan ormas. “Ada sembilan tahapan yang harus dilalui pemerintah untuk dapat membubarkan ormas. Ini adalah bagian dari amanat konstitusi tentang arti penting memberikan hak berkumpul dan berserikat. Karenanya tidak dengan mudahnya saja ormas bisa diburbarkan," terangnya.
Rozaq bahwa pendekatan RUU ormas saat ini memiliki spirit pembinaan, bukan punishment. Secara filosofis UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas bersifat persuasif berbeda dengan UU No.8/1985 Tentang Asas Tunggal Ormas.
“Pasal 60 UU Ormas jelas mengatakan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan sebelum memberikan sanksi. Seharusnya pemerintah melakukan pembinaan terhadap Ormas HTI bila memang dirasa ada yang tidak sesuai. Bila langkah ini tidak dihiraukan oleh HTI, barulah pemerintah melakukan sanksi administratif. Selama ini kita belum mendengar langkah tersebut dilakukan oleh pemerinah. Kita juga tidak mendengar bagaimana respons HTI terhadap pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah,” ujar kandidat doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut.
“Bila upaya persuasif tersebut tidak dilakukan, maka pemerintah dapat memberikan teguran. Undang-Undang mensyaratkan, teguran yang disampaikan sebanyak tiga kali. Barulah jika teguran tersebut tidak dihiraukan Pemerintah dapat meningkatkan sanksi berupa penghentian bantuan,” Rozaq Asyhari melanjutkan paparannya.
Menurut Rozaq Asyhari, langkah itu semua masih belum cukup untuk memenuhi persyaratan pembubaran dalam UU Ormas. “Jika penghentian bantuan dirasa tidak diindahkan, maka pemerintah dapat menaikkan sanksi pada tahap berikutnya berupa penghentian sementara. Namun demikian, penghentian sementara ini tidak serta merta bisa dilakukan. Karena HTI adalah Ormas dalam skala nasional maka penghentian sementaranya memerlukan pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung,” terangnya melanjutkan.
“Jika sanksi ini juga tidak manjut, barulah pemerintah dapat menempuh langkah pembubaran. Namun langkah pembubaran tersebut tidak serta merta dilakukan oleh pemerintah, namun harus melalui mekanisme di pengadilan. Pada tahap ini pemerintah melalui Menkumham mengajukan surat tertulis kepada Kejaksaan untuk melakukan gugatan pembubaran ormas ke Pengadilan," terang Rozaq Asyhari secara detail merunut proses pembubaran.
“Setelah pengadilan memutus pembubaran ormas, barulah pemerintah dapat mencabut Surat Keterangan Terdaftar atau Badan Hukum ormas tersebut. Namun tentunya apabila hal ini akan dilakukan terhadap HTI hanya bisa dilakukan setelah adanya keputusan tetap atau in krach dari peradilan," tutupnya. * [Syaf/voa-islam.com]