View Full Version
Selasa, 09 May 2017

Komnas HAM: Pembubaran Ormas Lewat Stigma Anti-Pancasila dan Anti NKRI adalah Fasisme

 

JAKARTA (voa-islam.com)--Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution menegaskan langkah pemerintah menggunakan stigma untuk pembubaran ormas Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bertentangan dengan demokrasi.

"Mengutip Ketua Komisi Yudisial (KY) RI, stigma anti Pancasila, anti NKRI, anti NKRI atau anti Kebhinekaan tidak boleh dilakukan negara atau pihak manapun, Politik stigmatik adalah cara fasis membungkam lawan politik," kata Meneger dalam keterangannya kepada Voa Islam, Senin malam (8/5/2017).

Karena, lanjut Maneger, fasisme adalah ideologi yang berdasarkan pada prinsip kepemimpinan dengan otoritas absolut, di mana perintah pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa pengecualian.

Sejatinya, katanya lagi, pemerintah harus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan pandangan yang mana semua permasalahan diputuskan lewat asas pemufakatan dan musyawarah.

"Pemerintah tidak elok mempertontonkan perilaku membabibuta memberangus pihak-pihak yang tak sepaham dengannya, lewat stigma-stigma anti Pancasila, anti NKRI, guna melegitimasi tindakan represif pemerintah kepada pihak lain,"tegasnya.

Pemerintah atau pihak manapun menstigma anti toleransi, anti Pancasila dan anti NKRI, kepada Ormas-ormas Islam, atau lawan politiknya, juga kepada masyarakat umum bila tak sepaham akan kebijakan rezim yang dikuasainya.

Maneger menekankan, pembjnaran ormas hanya bisa melalui meja hijau. Sekali lagi, hanya proses hukum di Pengadilanlah yang boleh memutuskan seseorang atau organisasi bersalah sebagai melawan Pancasila dan NKRI. Bukan dengan cara stigma," tandasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]

Komisioner Komnas HAM, Meneger Nasution menegaskan langkah pemerintah menggunakan stigma untuk pembubaran ormas Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bertentangan dengan demokrasi.

"Mengutip Ketua Komisi Yudisial (KY) RI, stigma anti Pancasila, anti NKRI, anti NKRI atau anti Kebhinekaan tidak boleh dilakukan Negara atau pihak manapun, Politik stigmatik adalah cara fasis membungkam lawan politik," kata Meneger dalam keterangannya kepada voa-islam.com,Senin Malam (8/5/2017).

Karena, lanjut Meneger, Fasisme adalah ideologi yang berdasarkan pada prinsip kepemimpinan dengan otoritas absolut, di mana perintah pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa pengecualian.

Sejatinya, katanya lagi, pemerintah harus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan pandangan yang mana semua permasalahan diputuskan lewat asas pemufakatan dan musyawarah.

"Pemerintah tidak elok mempertontonkan perilaku membabibuta memberangus pihak-pihak yang tak sepaham dengannya, lewat stigma-stigma anti Pancasila, anti NKRI, guna melegitimasi tindakan represif pemerintah kepada pihak lain,"tegasnya.

Pemerintah atau pihak manapun menstigma anti toleransi, anti Pancasila dan anti NKRI, kepada Ormas-ormas Islam, atau lawan politiknya, juga kepada masyarakat umum bila tak sepaham akan kebijakan rezim yang dikuasainya.

Meneger menekankan, pembjnaran ormas hanya bisa melalui meja hijau. Sekali lagi, hanya proses hukum di Pengadilanlah yang boleh memutuskan seseorang atau organisasi bersalah sebagai melawan Pancasila dan NKRI. Bukan dengan cara stigma," tandasnya.


latestnews

View Full Version