JAKARTA (voa-islam.com)- Apapun stigma atau cap yang diberikan oleh umat/kelompok lain oleh oknum pemerintah berawal sebetulnya dari ketidakadilan yang diharapkan masyarakat setempat. Bahkan saking tidak dapat keadilan, pemutarbalikkan fakta pun "dimainkan" untuk kepentingan golongan tertentu.
"Saya ini sudah lima tahun menghadapi teroris. Saya cukup lelah. Saya pernah datangi Poso. Stigma teroris pun lahir karena adanya ketidakadilan hingga pemutarbalikkan fakta, terutama oleh media yang menjadi asapnya, dan apinya itu dibolak-balik," kata Siane Indriani, Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Senin (8/5/2017), di Jakarta.
Tidak hanya itu, ia juga pernah mendapat teror dari oknum tertentu karena ikut membantu mengautopsi kasus Siyono yang tewas.
"Asala tahu saja, ada umat yang marah kalau dicap teroris. Pernah saya autopsi mayat Siyono lalu mendapatkan teror. Namun untung ada perbantuan dari Kokam dan Muhammadiyah," ceritanya.
Maka dari itu, segala hal yang bersifat miring memberitakan soal Islam dan umatnya, jika tidak ada keberanian, maka bisa jadi fakta-fakta justru akan tetap tersembunyi. Tidak terungkap.
"Dengan keberanian dan agak 'bonek' barulah kita bisa bergerak. Lalu bisa diteruskan dari teman-teman untuk temukan fakta," tutupnya. (Robi/voa-islam.com)