JAKARTA (voa-islam.com)- Pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra menyebut pemerintahan Joko Widodo perihal pemilihan Presiden yang inginkan ambang batas sebesar 20 persen.
“Sungguh aneh Pemerintah sudah dua kali tdk datang ke rapat pansus pembahasan RUU Pemilu. Sebabnya konon Pemerintah ngotot agar dalam pemilihan Presiden nanti ada ambang batas parlemen, yakni sekurang-kurangnya partai atau gabungan partai yang punya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah dalam Pemilu DPR yang berhak mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019 nanti.
Sementara sikap fraksi-fraksi DPR masih beragam baik tentang perlu tidaknya ambang batas parlemen untuk partai atau gabungan partai dalam pencalonan Presiden, maupu angka prosentase jika mereka menerima ambang batas yang diusulkan Pemerintah,” demikian siaran persnya yang didapat voa-islam.com, Kamis (15/06/2017).
Sikap ngotot Pemerintah menurut dia kini malah ditingkatkan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo dalam bentuk ancaman. Kalau keinginan Pemerintah tidak dipenuhi DPR, Pemerintah akan walk out sehingga pembahasan RUU ini gagal.
“Kalau gagal, kata Mendagri, tokh UU Pemilu yang lama masih berlaku yang dulu pernah digunakan untuk penyelengaraan Pemilu 2014. Biarlah UU Pemilu lama yang dijadikan dasar pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2019.”
Menurut Yusril, masalahnya tidaklah sederhana seperti dipikirkan Mendagri Tjahjo. UU Pemilu yang lama itu memang masih berlaku, tapi Pemilu dalam UU lama itu masih memisahkan pelaksanaan Pemilu antara Pileg dan Pilpres.
“Karena Pileg dilaksanakan lebih dulu, maka ambang batas kursi atau perolehan suara yang diperoleh masing-masing parpol dalam pileg dijadikan acuan untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Nah, kalau Pemilu dilaksakanakan serentak, Pileg dan Pilpres dilaksanakan pada hari yang sama, maka perolehan kursi partai di DPR juga belum ada.
Kalau belum ada, bagaimana caranya menentukan ambang batas 20 persen yang diinginkan Pemerintah itu?” Jelaslah bahwa dalam Pemilu serentak, membicarakan ambang batas itu menurut Yusril tidak lagi relevan samasekali. (Robi/voa-islam.com)