JAKARTA (voa-islam.com)- Mendagri Tjahjo mencoba mencari jalan keluar dengan mengusulkan ambang batas yang digunakan untuk Pilpres 2019 adalah hasil Pileg 2014. Namun usul itu menurut mantan Mensesneg RI, Yusril Ihza Mahendra tentu tidak beralasan.
“Pertama ambang batas itu sudah digunakan dalam Pilpres yang lalu. Kedua, dalam lima tahun, peta kekuatan politik sudah berubah, karena itulah ada pemilu yang baru untuk menampung peta yang berubah itu,” demikian siaran persnya yang didapat voa-islam.com, Kamis (15/06/2017).
Andaikata ambang batas tetap digunakan dan fraksi-fraksi di DPR mengalah serta menerima keinginan Pemerintah seperti keinginan Mendagri, maka inipun menurutnya akan tetap rawan. “Dalam perkiraan saya, kalau ada yang mengajukan uji materil ke MK tentang ambang batas pencalonan Presiden, maka kemungkinan besar MK akan membatalkan ambang batas itu.
Sebab, MK sendirilah yang memutuskan Pemilu serentak itu. Sementara logika Pemilu serentak adalah tidak adanya ambang batas sebagaimana substansi Pasal 22 E UUD 45 yang mengatur Pemilu.”
Jadi kalau ambang batas pencalonan Presiden masih ada dalam Pemilu serentak, maka undang-undang yang mengaturnya jika melihat pada Putusan MK tentang Pemilu serentak adalah inkonstitusional. Undang-undang yang inkonstitusional, jika dijadikan dasar pelaksanaan Pilpres, akan melahirkan Presiden yang inkonstitusional juga.
“Ini akan berakibat krisis legitimasi bagi Presiden yang memerintah nantinya.” (Robi/voa-islam.com)