JAKARTA (voa-islam.com)- Para guru besar yang menolak Hak Angket atas KPK dinilai sudah memasuki ranah perpolitikan. Tidak etis, selain mengingkari disiplin ilmu, para guru besar penolak hak Angket tersebut juga dinilai sama saja tidak mengajari ilmu yang sesungguhnya.
“Mari temukan jalan ilmu. Ajarilah kami pengetahuan. Jangan malah kalian belajar politik. Isilah ruang publik dengan hikmah dan keberanian, bukan dengan kepengecutan. Seperti menggalang dukungan politik kepada lembaga negara,” kritik Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, di akun Twitter pribadi miliknya.
Fahri pun menilai guru besar tidak memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi sehingga perubahan dianggap tabu. “Kalau apa yang akan menjadi objek studi dan jika memahami perspektif dalam mengelola perubahan saja tidak paham. Para #GuruBesarKPK yth: Karena itu ijinkan saya berpendapat bahwa ini semua bukan organisasi pikiran.
Sekarang ijinkan saya memberikan pengantar kecil atas situasi yang oleh para #GuruBesarKPK ini sulit dipahami. Pertama, tentang Transisi kita. Kita baru saja 19 tahun menikmati demokrasi. Dan kita masih memilikinya. Bahwa kampus tidak sanggup memanfaatkan secara baik adalah salah kampus. Tapi mari kita nikmati.”
Fahri, melanjutkan bahwa karena teringat akan masa-masa gelap ketika kebebasan mimbar kita dirampas. Dan kampus jadi pabrik manusia tanpa akal. “Sekarang tidak ada lagi yang boleh merampas kebebasan kita. Tiran telah tumbang. Apakah #GuruBesarKPK sudah lupa?
Maka kedua, semua eksperimen demokrasi kita ini paling mahal dan menjadi segalanya bagi kita. Sikap kritis kita ini mahal harganya.”
Maka dari itu ia meminta agar mulai mendiskusikan KPK, sebab ini lembaga biasa. “Lembaga tambahan yang tidak ada dalam konstitusi. Jika para #GuruBesarKPK punya pandangan sampaikanlah dalam diskusi. Ungkapkan dengan data. Kita beradu data. Bukankah ini akan lebih sehat? Kenapa ikut-ikutan mengembangkan fiksi yang tidak ada dalam kenyataan?
Sekian dulu surat saya saya sampaikan sebagai keprihatinan. Dan melalui surat ini saya sampaikan hormat. Tidak ada maksud saya menghina. Meski saya tahu di beberapa kampus itu dikritik seperti dihina. Feodalisme memang masih merajalela di kampus kita sehingga ruang inilah mungkin yang digunakan.” (Robi/voa-islam.com)