JAKARTA (voa-islam.com)- Munculnya berbagai spekulasi soal pertemuan GNPF-MUI dengan Joko Widodo di istana saat Idul Fitri membuat berbagai pihak mencoba menjembataninya, bahwa pertemuan itu salah satu bagian dari sebaik-baiknya sikap.
“Ternyata kita kurang belajar dari habibuna Rizieq Shihab yang selalu mengedepankan dialog terlebih dahulu sebelum menggelar demo. Ternyata kita masih sempit berpikir bahwa yang namanya memperingati itu harus keras dan goyang-goyang pagar DPR/Istana?
Saya mau bertanya, apakah menyeru kebaikan dam mencegah kemungkaran harus melalui kekerasan melulu?” tulis Haikal Hasan, di akun Twitter pribadi miliknya, beberapa waktu lalu.
Haikal mengingatkan bahwa peringatan setidaknya mengikuti bagaimana para ulama saat itu tidak melalui sikap represif. Jangan sampai, lanjutnya, masyarakat berpikir bahwa pemimpin itu salah lalu kesalahan itu menyeluruh.
“Ternyata kita telah lupa bahwwa bangsa kita dalam sejarah tak mengenal kekerasan, apalagi peperangan (lihat Walisongo). Ternyata kita sedemikian akrab dan terseret dalam pikiran bahwa penguasa itu selalu 100 persen salah dan harus dijauhi.”
Menurut Haikal, hal-hal demikian atau cara berpikir di atas bisa saja akan menghasilkan pandangan permusuhan. Haikal menilai, oknum-oknum yang dapat dikatakan tidak menyukai pertemuan itu mengalami potensi ke golongan munafik.
“Ternyata kita baru sadari bahwa kita kaya, namun jadi miskin karena banyak pengkhianat, karena sikap permusuhan jadi tidak berkah. Ternyata ada yang blingsatan, klenger, bocor halus saat presiden merekatkan hubungan dengan petinggi Islam. Siapa? Kaum munafik.
Ternyata kita sadari umat dahulu diazab karena mencela nabinya. Ulama adalah pewaris nabi. Mencela ulama? Anda menanti azab-Nya.” (Robi/voa-islam.com)