JAKARTA (voa-islam.com)- Mendagri Tjahjo dan sejumlah Parpol (PDIP, Golkar dan Nasdem) di DPR mau menggunakan presidential treshold hasil Pileg 2014, yang sudah pernah digunakan untuk Pilpres tahun 2014 itu sendiri. Padahal peta politik selama lima tahun itu bisa saja sudah berubah, karena itulah UUD 45 mengatakan pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun.
“Argumen Mendagri Tjahjo dan sejumlah parpol DPR di atas, bukanlah logika hukum dan konstitusi, tapi logika kepentingan politik belaka untuk menjegal calon-calon lain di luar kepentingan mereka,” demikian siaran persnya yang didapat voa-islam.com, Ahad (9/7/2017).
Kalau DPR sendiri belum terbentuk karena pileg dilaksanakan pada hari yang sama dengan Pilpres, maka Yusril mempertanyaka bagaimana caranya kita menetapkan bahwa parpol atau gabungan parpol yang mempunyai 10, 15 atau 20 kursi DPR berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden?
“Presiden Jokowi sendiri mengatakan, kalau dalam pilpres yang lalu saja kita sudah gunakan presidential treshold 20 persen, kok sekarang mau di bikin 0 persen, kapan kita mau maju? Omongan Presiden ini termasuk omongan yang tidak jelas dasar logikaya, karena apa hubungannya angka 20 persen presidential treshold dengan kemajuan bangsa dan negara ini?
Jokowi adalah presiden pertama yang dipilih dengan syarat pencalonan presidential treshold 20 persen. Apa pembangunan sosial-ekonomi negara ini tambah maju selama dipimpin Presiden Jokowi?
Kalau gunakan logika demokrasi, apakah adanya presidential treshold 20 persen membuat demokrasi kita lebih maju dibandingkan dengan tanpa presidential treshold samasekali untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua parpol peserta Pemilu?”
Dikatakan juga oleh Mendagri Tjahjo bahwa presidential treshold 20 persen itu diperlukan agar Presiden terpilih mendapat dukungan kuat dari DPR. “Pertanyaannya, kalau yang dukung hanya 20 persen, sedang yang 80 persen tidak dukung, apa artinya angka 20 persen itu?” (Robi/voa-islam.com)