BANDUNG (voa-islam.com) - Pakar Hukum Dr. Indra Prawira menilai sikap pemerintah yang berpotensi memberangus setiap ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017 terlalu otoriter, meski kini iklim politik telah lebih demokratis dan terbuka. Ia menyebut kondisi ini serupa dengan zaman orde baru yang penafsiran terhadap suatu perkara hanya boleh dipegang oleh otoritas pemerintah.
“Orba stabil bukan karena pancasilanya sendiri, tapi karena waktu itu sistem yang dibangun orba itu mono. Otoritas penafsiran itu hanya ada satu, yaitu di pemerintah. Sedangkan pihak-pihak lain tidak tersalurkan kebebasannya,” katanya, dalam diskusi publik 'Mengawal Negara: Perppu VS Gerakan Anti Pancasila', Jalan Trunojoyo Bandung, Kamis (13/7/17).
Ia melanjutkan, “Dan sekarang ini, yang iklim politiknya sudah terbuka dan demokratis, yang harusnya penafsiran itu tidak hanya menjadi otoritas negara, lho kok kenapa sekarang yang sudah bebas itu ditutup dan dikembalikan ke negara? Ini pertanyaannya.”
Dosen FH Unpad itu setuju, jika ada yang menyatakan bahwa ini adalah cara pemerintah mengantisipasi ancaman. Namun ia mempertanyakan pemerintah yang justru menerbitkan Perppu Ormas, bukan UU terkait pertahanan keamanan, atau terorisme.
Seharusnya, kata Indra, orang-orang yang pemahamannya berbeda dengan Pancasila itu di-counter. Bisa mengadakan dialog atau mengadu ide, karena menurutnya itulah atmosfir demokrasi.
“Jangan sekalinya ada yang berbeda sedikit, terus diberangus. Itu mah otoriter,” tandasnya. [alhikmah/syahid/voa-islam.com]