JAKARTA (voa-islam.com)- Pengamat politik, Djoko Edhi Abdurrahman terkejut dengan tidak adanya nama-nama “besar” yang terkait dengan dugaan korupsi e-KTP. Di antara yang ia pertanyakan adalah Ketua DPR, Setya Novanto.
“Gawat KPK. Big Fish-nya lolos. Dalam putusan hakim Tipikor, menghukum Irman dan Sugiharto 5 dan 7 tahun. Yang gawat, nama Setya Novanto (SN) raib. Yang menerima aliran dana korupsi E-KTP disebut hanya 3 orang yang bertitel anggota DPR: Miriam, Akom, dan Markus Nari,” demikian katanya, melalui siaran pers yang didapat voa-islam.com, Selasa (25/07/2017).
Jadi, menurutnya setidaknya ada 43 orang anggota yang disebut dalam BAP jaksa, yang menghebohkan itu terbukti tak disebut. “Bahkan nama Setnov tak sekalipun disebut, padahal menurut JPU aktor intelektual.”
Menurut Prof Romli Atmasasmita, lanjutnya, JPU gagal meyakinkan majelis hakim. Setnov yang tadinya sudah ancang-ancang mengajukan praperadilan, urung. “Memang tak perlu lagi, karena putusan majelis hakim, tak ada menyebut Setnov. Bagaimana kalau menyebut?”
Menurut dia putusan majelis hakim adalah mengikat, menurut hukum. Karena KPK sudah menyatakan Setnov tersangka, dan ia bisa langsung ditahan. Tetapi anehnya, maklumat tersangka dari KPK tidak diikuti Sprindik (surat perintah dimulainya penyidikan) yang harus dikirim kepada tersangka.
“Pernyataan DPP Golkar terakhir, mereka menunggu Sprindik untuk mengajukan praperadilan. Ini di luar tradisi hukum acara, Sprindik pasti lebih dulu dibuat, baru maklumat. Kalau Sprindik untuk Irman dan Sugiharto disatukan, tetap saja ada Spirindik baru karena tersangkanya berbeda.” (Robi/voa-islam.com)