View Full Version
Jum'at, 28 Jul 2017

Subyektivitas Negara melalui Perppu No. 2/2017 Mulai Makan "Korban"

JAKARTA (voa-islam.com)- Menurut salah satu poltitisi Gerindra, Menristek Dikti pernah mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga pendidikan di perguruan tinggi. Tapi keinginan itu justru nampaknya bertolok belakang saat sikap Menristek Dikti memperlakukan para dosen yang diduga dari anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Jika pemerintah menganggap terlibat HTI adalah pelanggaran, harusnya Menristek Dikti bisa mengedepankan upaya merangkul, bukannya menindak. Apalagi Dikti juga pernah mengumumkan jika Indonesia saat ini masih kekurangan sekitar 38 ribu dosen.

Lha, kita saja masih kekurangan dosen, tapi dosen-dosen yang sudah ada malah mau disingkarkan?! Tulis Fadli Zon, di akun Twitter pribadi miliknya, Kamis (27/07/2017). Menurutnya, seharusnya aparat pemerintah paham bahwa bentuk keterlibatan orang dalam organisasi itu macam-macam, sehingga tidak pantas ditangani dengan cara yang sama.

Apabila pemerintah mengaku Pancasilais, sepatutnya pemerintah benar-benar menggunakan sikap yang terdapat di dalam butir-butir Pancasila. “Kalau titik berangkatnya benar-benar jiwa Pancasila, pemerintah harusnya berusaha merangkul mereka, menginklusi, dan bukan malah mengenklusinya.”

Pun termasuk Menpora yang membekukan dana hibah ke organisasi Pramuka, yang dinilai Fadli sebagai tindakan tidak benar hanya karena Ketua Kwarnas-nya diduga terlibat HTI. “Saya menilai, pembekuan dana hibah APBN sebesar Rp. 24 miliar untuk organisasi Pramuka oleh Imam Nahrawi (Menpora) juga tindakan yang tidak bisa dibenarkan.

Pemerintah bekukan dana hibah rutin Rp. 10 miliar untuk Kwarnas, dan Rp. 24 miliar untuk Raimuna Nasonal 2017, karena mereka menilai Ketua Kwarnasnya terlibat HTI. Bayangkan, karena penilaian yang sifatnya subyektif, dan tanpa punya dasar hukum, lalu pemerintah menghukum organisasi Pramuka secara keseluruhan.”

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 pun dianggap Fadli sudah berbahaya karena pemerintah bersikap subyektif. “Ini yang saya sebut sebagai bahayanya subyektivitasnya negara. Dan Perppu Ormas berbahaya karena makin memperluas subyektivitas negara semacam ini.” (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version