JAKARTA (voa-islam.com)- Sudah 72 tahun Indonesia merdeka. Terhitung dari tahun 1945-2017. Tetapi, masih ada rakyat yang nampaknya belum mengetahui perjalanan sejarah tersebut, di antaranya para tokoh yang berkutat atau menyibukkan diri demi kemajuan Indonesia saat itu.
Malah rakyat dianggap banyak pula tidak tahu bahwa ada tokoh, yang sebetulnya dia ini adalah Kepala Negara sebelum Soeharto. Dia adalah Syafruddin Prawinegara.
Menurut pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK), Jimly Asshiddiqie Syafruddin termasuk tokoh, yang di dalam sejarah “dilupakan” karena ada beberapa sebab, salah satunya terkait istilah. “Dia itu sebagai kepala negara di republik selama sembilan bulan. Itu lama.
Jadi Syafruddin itu dia tidak mau menggunakan istilah 'presiden'. Padahal dia tahu dia itu presiden. Sembilan bulan lama itu. Jadi negara ini tidak ada jika tidak ada presidennya.
Bahkan lama sekali. Selama presiden dan wapres ditahanan, dibuang di Bangka, ya, selama itu tidak ada presidennya. Kalau seorang Presiden masuk penjara, dipenjarakan orang lain, negara itu sudah tidak ada,” ujarnya, Rabu (13/09/2017), di kantor ICMI, Jakarta.
Hal itu ia katakan karena selama Sukarno dan Hatta ditangkap, maka otomatis fungsi negara hilang. “Maka bung Karno dan bung Hatta itu yang ditangkap ini keduanya (sukarno dan hatta) bukan presiden.
Sebab selama kita tidak bisa melaksanakan tugas dia sebagai pemimpin. Cuma dia tidak keburu nulis sehingga tidak ada dokumennya soal itu. Dari mulut ke mulut,” ungkapnya.
Maka menurutnya Syafrudin sebenarnya presiden juga. “Cuma sayang dia tidak gunakan istilah presiden sehingga dia tidak masuk sebagai presiden kedua. Padahal dia presiden kedua,” tambahnya.
Sebelum Sukarno dan Hatta dipenjarakan oleh pihak Belanda, kekuasaan saat itu kosong. Syafruddin-lah yang “menggantikannya”.
“Pokoknya menyerahkan kekuasaan kepada Syahfuruddin Prawinegara. Kalau dia tidak bisa saat itu, maka bisa diserahkan ke Kasimo dan Dubes kita dua orang saat itu. Maka jangan terkecoh dengan istilah (Ketua PDRI/Pemerintah Darurat Republik Indonesia).
Namun saat Bung Karno dan Bung Hatta keluar dari penjara, keduanya ke Yogya. Kemudian diawali dengan Roem Royen, yang kemudian membuat Syafruddin tersinggung karena Roem sudah bernegosiasi atas perintah Sukarno dengan Belanda. Dia kesal dan marah,” ia menutupnya. (Robi/voa-islam.com)