JAKARTA (voa-islam.com)- Ada lima pekerjaan Mahkamah Konstitusi (MK). Pertama adalah pengujian UU. Kedua, perselisihan hasil Pemilu. Ketiga, sengketa lembaga negara. Keempat, impeachment Presiden dan Wakil Presiden dan kelima pembubaran Parpol. Dan menurut mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie hanya tiga dari pertama saja yang kerap ada persoalan di sana.
Jimly pun berseloroh dua yang terakhir dari lima pekerjaan MK tersebut untuk “dijadikan” kasus supaya lembaga tersebut memiliki pengalaman. “Kebetulan di MK itu belum pernah ada kasus ada pembubaran partai politik.
Kalau bisa, ya kita bikin kasusnya, lah. Parpol dibubarkan. Dua yang terakhir ini belum ada kasusnya. Kalau bisa ada kasusnyalah dalam waktu dekat gitu, loh. Supaya pengalaman,” ia menyampaikan belum lama ini saat berada di kantor ICMI, Jakarta.
Jimly menyatakan demikian dengan sebelumnya membahas soal bagaimana membedakan penyelesaian kasus antara ormas dan atau Parpol di MK, salah satu kasusnya saat ini adalah pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang ia yakini organisasi tersebut sebagai partai. “Tapi yang kedua, penting kasus ini jadi pelajaran. Kita harus menata ulang.
Sistem organisasi politik dan kemasyarakatan dan mekanisme pembinaanya, termasuk mekanisme pembubarannya. Jadi menurut saya, kitra membutuhkan suatu UU Omnibus. UU yang mengadakan perubahan simultan berbagai UU yang terkait, istilahnya. Itu yang mengubah banyak UU sekaligus,” ia menjelaskan.
Menurut dia, UU Parpol, UU keormasan, ini sebenarnya, idealnya direorganisasi menjadi satu kesatuan terpadu. “Kita harus merumuskan perbedaan antara partai politik dengan ormas. Di tengah-tengah ada Orpol (organisasi politik).
Ini kita mesti buat kategorisasi yang baru. Misalnya bagaiman status ormas yang berafiliasi dengan parpol. Apakah dia parpol? Atau bagian dari parpol? Atau dia adalah ormas murni? Ini kan tidak jelas,” tambahnya.
Sehingga kalau ormas, ya, menurutnya mesti diperlakukan seperti ormas. Kalau orpol (organisasi politik), dalam konstitusi jelas partai politik pembubarannya di MK. “Bukan di pengadilan negeri dan bukan pengadilan tata usaha negara,” tutupnya. (Robi/voa-islam.com)