View Full Version
Kamis, 28 Sep 2017

Paska Komunis muncul Radikalisme, namun Mengapa Islam yang Dihembus Radikal?

JAKARTA (voa-islam.com)- Ada pemikir Barat yang menyatakan bahwa paska runtuhnya ideologi komunis negara Uni Soviet tidak akan ada lagi ideologi lain selain kapitalisme. Itu dianggap benar.

Akan tetapi, jika ada pemikir yang menyatakan bahwa ke depan, paska runtuhnya Uni Soviet kemudian akan muncul radikalisme Islam itu tentulah tidak benar. “Bahwa ideologi tinggal satu sesudah runtuhnya komunis itu benar, Fukuyama. Tetapi bahwa sekarang itu ada ancaman-ancaman yang dikhawatirkan oleh Huntington, bahwa akan ada radikalisme Islam, perang peradaban Barat dan Timur, itu ada benarnya meskipun mungkin banyak salahnya.

Saya ingin mengatakan Daniel Behl, Fukuyama, dan Huntington itu berteori ada benarnya tetapi tidak semuanya benar. Bahwa ideologi itu bohong semua, itu Behl benar. Kan tidak ada ideologi yang memenuhi janjinya. Mau begini, begini, dan begini itu tidak ada. Itu semua hanya slogan mulut pemimpin, katanya.

Sebab sebenarnya kan radikalisme itu bukan hanya Islam, kalau kita mau jujur. Setiap agama itu mempunyai unsur-unsur radikal juga tetapi yang dihembuskan Islam, Islam, Islam,” kritik Mahfud MD, Rabu (27/09/2017), di ruang Fraksi PKS, DPR RI, Senayan, Jakarta.

Kalau bagi sementara orang kenapa radikalisme itu muncul, karena ada suatu gerakan yang ingin mengganti gerakan yang sudah mapan. Mengganti semuanya. Tetapi untuk mengganti gradual, ia katakan itu boleh. “Kalau radikal itu melawan. Melawan negara, kecuali kesepakatannya betul-betul didapat dari konstitusi.

Kenapa di Indonesia ini ada (banyak) itu karena tidak menghayati. Tidak paham sejarah, bahwa Indonesia ini dulu dibangun oleh berbagai golongan primordial tadi. Tanpa bertanya, "Kamu itu dari mana"? Misalkan kan saat kita merdeka dulu tidak ada yang mengatakan 'Yuk kita berjuang dan bergabung apa agamamu'.

Kan tidak ada. Agama apaun ikut bergabung. Suku apapun ikut bergabung. Bersatu itu dulu,” tambahnya menjelaskan.

Ia mencontohkan hal itu dapat terjadi juga dengan anak-anak bangsa yang tengah belajar di luar negeri. “Nah, sekarang banyak orang yang tidak ikut perjuangan itu, misalkan sekolah di Amerika atau Timur Tengah atau kemanapun lalu pulang paham baru tanpa menghayati kebersatuan ini.

Itu benih-benih radikalisme. Sehingga saya katakan kalau mau strateginya yaitu kembalilah ke sejarah. Ini masyarakat kita disadarkan bahwa, berdasarkan sejarah ini cara kebersatuan kita: Pancasila. Mau radikal, tentu akan menimbulkan masalah nanti bagi bangsa dan negara ini,” tutupnya terang. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version