JAKARTA (voa-islam.com)- Presidium Alumni 212 menyebut bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 nyata-nyata bertentangan dengan pasal 22 ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945. Selain itu, soal PKI, Presidium meminta Pemerintah harus bersikap tegas membendung gejala-gejalan kebangkitan PKI.
TAP MPRS Nomor XXV tahun 1966 sampai sekarang tetap berlaku. TAP MPRS itu menetapkan pembubaran PKI di seluruh wilayah NKRI serta melarang setiap kegiatan untuk menyebarkan serta mengembangkan faham atau jaran komunis/marxisme-leninisme. Presidium pun meminta kepada anggota DPR untuk memperhatikan kedua persoalan di atas dengan segera mengambil sikap.
DPR diingatkan untuk itu agar tidak seperti masa lalu yang hanya bertugas tanpa memperhatikan keresahan masyarakat luas. Sehingga DPR nampak seperti pendukung pemerintah secara penuh tanpa pertimbangan.
“DPR RI tidak boleh lagi berperan sebagai tukang stempel keinginan Pemerintah. Bangsa Indonesia punya pengalaman pahit di masa lalu, ketika DPR menjadi tukang stempel Pemerintah, maka kekuasaan Pemerintah menjadi otoriter. Pemerintah otoriter tidak layak dan tidak pantas dipertahankan dalam sistem politik demokrasi,” demikian siaran pers dari isi resolusi Presidium Alumni 212, Jum’at (29/09/2017).
PKI yang pernah berkhianat pada bangsa dan negara Indonesia tahun 1948 dan 1965 menurut Presidium tetap merupakan bahya laten yang harus terus menerus kita waspadai. PKC (partai komunis Cina) yang pernah mensponsori Gestapu-PKI 1965, kini tetap memegang kekuasaan tertinggi yang tidak tersaingi di RRC, sebuah negara yang sangat kuat dan menjalankan politik lebensraum.
“Politik ekspansionisme di mana Indonesia jelas dijadikan tempat ekspansi RRC. Akhirnya kami mengingatkan kepada Presiden Jokowi, jangan memaksakan rekonsiliasi dengan PKI pada saat ini. Apalagi menyetujui permintaan kader-kader PKI, termasuk mereka yang telah merembes ke berbagai lembaga negara, supaya Negara minta maaf pada PKI.” (Robi/voa-islam.com)