JAKARTA (voa-islam.com)--Pendirian dan beroperasinya Grand Indonesia dan Plaza Indonesia sebagai pusat perbelanjaan modern di Jakarta dinilai bermasalah. Kedua pusat perbelanjaan itu melanggar Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Grand Indonesia dan Plaza Indonesia sudah lama berjalan. Namun itu ada masalah. Kedua proyek itu melanggar Perda No. 2 Tahun 2002. Oleh karena itu, Pemprov DKI jangan menerbitkan izin usahanya," ujar Direktur Eksekutif Jakarta Research and Public Policy (JRPP), Muhamad Alipudin dalam keterangan tertulis yang diterima Voa Islam, Sabtu (30/9/2017).
Alipudin menjelaskan bahwa dalam ketentuan yang termasuk pada Perda No. 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta, tepatnya pasal 10, mensyaratkan usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 4.000 m2 harus berjarak radius 2,5 km dari pasar lingkungan.
“Grand Indonesia dan Plaza Indonesia kan termasuk mall besar, perpasaran swasta. Sedangkan tak jauh dari situ terdapat pasar rakyat, yakni Pasar Lontar dan Pasar Gandaria. Yang jaraknya kurang dari 2,5 km. Ini artinya kedua mall itu jelas melanggar aturan. Keduanya melanggar perda No. 2 Tahun 2002 pasal 10," tegas Alipudin.
Alipudin menambahkan di era kepemimpinan yang baru mendatang perlu menyusun revisi Perda terkait perpasaran.
“Di era kepemimpinan baru, bersama Anies-Sandi, mesti dirancang revisi Perda yang lebih rinci mengenai keharmonisan hubungan antara pasar swasta dengan pasar rakyat. Jangan sampai pasar swasta menggerus pasar rakyat. Pasar swasta wajib membina pasar rakyat yang berada dalam zona terdekat. Keharmonisan perlu tercipta guna mempersempit jurang ketimpangan sosial," tandas Alipudin.
Perlu diketahui sebelumnya Alipudin menguak penyelewengan izin yang dilakukan oleh Grand Indonesia pada Tahun 2016 atas pembangunan apartemen Kempinski dan Menara BCA. Dalam kontrak kerja pada tahun 2004 yang ditandatangani oleh pihak Grand Indonesia tidak mencakup pembangunan apartemen Kempinski dan Menara BCA tersebut. Pembangunan kedua proyek itu tanpa IMB. Kini, pemerintah menelan kerugian sebesar Rp 1,29 triliun akibat potensi pajak yang hilang dan bagi hasil yang tidak seimbang. * [Syaf/voa-islam.com]