View Full Version
Senin, 15 Jan 2018

Menghadapi Tahun Politik 2018-2019, Tokoh Pemuda dan Mahasiswa Jawa Barat Gelar Pertemuan

BANDUNG (voa-islam.com) – Forum Pemuda dan Mahasiswa Islam Jawa Barat  menggelar pertemuan dalam agenda Youth Movement 2018 bersama para tokoh pemuda dan mahasiswa yang bertempat di Gedung Wakaf Pro 99 Bandung pada Sabtu (13/01/2018) dengan tema 'Menjaga Identitas Politik Kaum Muda di Tengah Kisruh Politik Demokrasi.'

Diskusi tersebut nampak dihadiri oleh perwakilan berbagai organisasi diantaranya dari Pemuda Muhammadiyah, BKLDK Jawa Barat, FPMI Jawa Barat, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat, Gema Pembebasan Jawa Barat, Para Ketua LDK, Perwakilan Media dan beberapa ketua organisasi mahasiswa lainnya.  

Dalam diskusinya para pemuda dan mahasiswa ini membahas berbagai persoalan menghadapi tahun politik kali ini, terutama kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di kalangan remaja, mahasiswa dan pemuda. Terlebih lagi saat ini pemilih pemula cukup banyak di Jawa Barat.

Ketua FPMI Jawa Barat, Mashun Sofyan mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk edukasi kepada generasi muda dalam euphoria pesta demokrasi tahun ini dimana mereka pemilih pemula sangat rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.

“Untuk mengembalikan identitas kaum muda, yang mana mereka sangat rentan terhadap praktek politik pragmatis, yang mana hal itu digunakan oleh kepentingan parpol,” kata mashun Sofyan disela-sela kegiatan diskusi, Sabtu (13/1/2018).

Adapun tanggapan dari beberapa tokoh mahasiswa dalam menghadapi tahun politik di tahun 2018 pertama disampaikan Indra Lesmana selaku Sekjen Gema Pemebasan Jawa Barat, beliau menjelaskan bahwa hakikatnya tahun 2018 merupakan tahun politik dan akan dipertontonkan banyak para calon yang melakukan pencitraan untuk mendapatkan popularitas dan simpati.

“Berbicara masalah tahun politik ini menjadi sebuah ajang mengantarkan pada ambisi disemua tingkatan. Tentunya kita akan mendapatkan upaya-upaya pencitraan dilakukan, untuk mendapatkan popularitas dan simpati. Masalah kekuasaan merupakan kursi yang menggiurkan,” tuturnya.

Fauzi Ihsan Jabir selaku Ketua BE Korwil BKLDK Jawa Barat menanggapi bahwa ada dua kemungkinan sikap politik rezim ke depan.

“Rezim saat ini ketika punya hajat besar pasti marah, maka timbullah kriminalisasi ulama dan pembubaran ormas yang dianggap penyebab kekisruhan, maka hal seperti ini ada dua kemungkinan. Pertama karena umat bersatu dan memiliki mayoritas suara yang banyak, maka para politisi pragmatis akan merapat ke kubu Islam, atau umat muncul atas keprihatinan, atau kemungkinan kedua mereka tetap bertahan dengan proyeksi yang terlanjur langsung dijalankan,” ungkapnya.

Adapun sikap mahasiswa yang pragmatis disoroti oleh salah seorang tokoh. “Mahasiswa pragmatis ada dua kemungkinan, ada yang secara alami dan dikondisikan untuk pragmatis. Ketika mahasiswa menjadi idealis, akan menjadi ancaman bagi para penguasa sekarang. Peran politik mahasiswa bukan untuk praktis, tapi mengawasi,” tandas Rifan dari Bandung Political Research.

Dian dari Pemuda Muhammadiyah  menanggapi fenomena politik di Indonesia bahwa mahasiswa jangan ditempatkan sebagai objek penderita.

“Tugas kita selaku aktivis untuk menyadarkan masyarakat untuk menyadarkan politik. Kita jangan jadi korban objek pencitraan. Terutama yang paling rentan dalam kita, yakni money politik. Inilah yang menjadi masalah kita hari ini. Semangat persatuan umat Islam ternyata tidak diamini oleh partai politik. Artinya sudah tidak berlaku lagi partai pendukung penista agama dan partai Islam. Sehingga kalau hari ini kita secara global mengatakan ini partai Islam dan ini partai pendukung penista agama maka tidak berlaku,” katanya.

Tanggapan dari Muslim Analyze Institute yakni Ipank Fatin Abdullah menyoroti kapabilitas pemuda saat ini yang kecil, namun masalah yang dihadapi besar .

“Harus ada identitas sebagai pemuda ini untuk memainkan peran politik mereka. Kaum muda hari ini, hal pertama yang harus diselesaikan anak muda adalah mendefinisikan apa itu politik ? orang yang memahami politik keliru akan berlaku kepada perilaku politiknya. Sekarang kita menghadapi masalah yang sangat besar, tapi dihadapi kapabilitas pemuda yang kecil,” tandasnya.

Disesi terakhir, Mashun Sofyan selaku Ketua FPMI Jawa Barat menutup sesi diskusi bahwa pemuda dan mahasiswa harus mengambil peras strategis untuk menyatukan umat ini.

“Identitas politik kaum muda muslim sangat menentukan, identitas ini akan melahirkan keberpihakan kita dimana kita berpihak. Banyak peristiwa politik yang nyata di sekitar kita. Seorang muslim harus melekatkan identitas dengan keislamannya, kesempurnaan Islam sangat jelas. Kesempurnaan Islam inilah harus diyakini oleh pemuda dan mahasiswa Islam untuk mengusung Islam untuk persoalan keumatan. Kita harus terlibat dalam persoalan keumatan. Momentum aksi bela Islam diawali dengan berbagai macam ketidakadilan dan kedzliman dipihak tertentu sehingga adanya perlawanan dari umat menuntut ketidakadilan, ini merupakan momentum kesadaran umat. Pemuda dan mahasiswa harus mengambil peran yang strategis untuk menyatukan momentum itu,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version