JAKARTA (voa-islam.com)- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Presidential Threshold (PT) dikatakan oleh pakar hukum tata negara sebagai keanehan yang nyata. “Dengan UU Pemilu dan Putusan MK, maka ambang batas pencalonan Presiden 20-25 persen ditentukan oleh Pemilu lima tahun sebelumnya. Ambang batas Pilpres 2019 ditentukan oleh hasil Pileg 2014.
Ambang batas Pilpres 2024 ditentukan oleh hasil Pileg 2019. Begitu seterusnya. Ini suatu keanehan,” kata Yusril Ihza Mahendra, di akun Twitter pribadi miliknya, belum lama ini.
Keanehan itu misalkan saja menurut Yusril adalah ketika ada partai yang dahulunya ikut Pemilu tetapi di tahun mendatang kemudian tidak mengikutinya kembali. “Gimana kalau parpol yang ikut Pileg lima tahun sebelumnya karena suatu sebab bubar dan tidak ikut lagi Pemilu berikutnya?
Gimana dengan orang yang ikut Pileg 2014 tapi meninggal sebelum Pilpres 2019? Apa suara orang sudah meninggal tetap dipakai?” Sementara, lanjutnya, generasi baru yang pertama kali ikut Pileg 2019, justru suaranya tidak diperhitungkan dalam pencapresan.
Bingung mikirkan semua ini. Padahal Pemilu 2019 serentak. Kalau serentak mestinya ambang batas sudah tidak relevan. Ini bikin bingung aja.” (Robi/voa-islam.com)