JAKARTA (voa-islam.com)- Disebutkan bahwa ada nama-nama yang tersangkut e-KTP mengembalikan uang. Setidaknya ada belasan orang yang melakukan hal itu. “Justru ini menarik, Prof (Mahfud, red). Kenapa mengembalikan uang katanya 14 orang justru tidak dihukum? Kalau gitu SN juga bisa, dong?” kata Fahri Hamzah, melalui akun Twitter pribadi miliknya, belum lama ini.
Ia mengingatkan bahwa juga ada situasi yang nampaknya janggal seperti ada kematian seseorang tetapi kemudian dituduh-tuduh. “Orang itu namanya Ibu Mustoko Weni (Farksi Golkar anggota Komisi II) meninggal 18 Juni 2010 tetapi dituduh bagi-bagi uang sepanjang Oktober 2010. Sekitar 5 bulan setelah meninggal bisa bagi-bagi uang.”
Menurut Fahri, apabila kejadian ini kerap dilakukan maka orang yang dituduh tersebut tentunya akan mengalami pencemaran nama baik hingga kerusakan dalam keluarga. “Kalau ini sudah terlalu sering Prof @mohmahfudmd KPK menyebut nama orang sampai rusak hubungan keluarga, hancur usahanya, dan lain-lain.
Terlalu banyak korban. Itulah prof @mohmahfudmd kenapa saya katakan, bahwa semua ini adalah persekongkolan kolaborasi untuk mengatur perkara yang tujuannya bukan penegakan hukum tetapi sandiwara belaka.”
Namun apa yang disampaikan oleh Fahri karena menyebut itu bagian dari sandiwara, oleh Mahfud tidak demikian karena menurutnya itu tetaplah bagian dari penegakkan hukum.
“Kesimpulan kita beda: Bagi saya proses hukum e-KTP adalah penegakan hukum yang bagus, tapi bagi Pak @Fahrihamzah adalah kolaborasi sandiwara. Sama dengan Pak Fahri, bagi saya keterangan Nazaruddin itu memang lemah. Tapi ada lebih dari 100 keterangan lain yang kuat dan menjadi fakta hukum: ada korupsi e-KTP,” jawabnya. (Robi/voa-islam.com)