JAKARTA (voa-islam.com)- Pasar (politik), dulu, dalam perekrutan orang untuk pemerintahan, dalam pemilihan-pemilihan yang ada, kalau orang bingung bertanyanya ke ulama. Jadi misalnya, ini money politic ambil atau tidak nanyanya ke ulama. Dulu begitu. Jadi dalam banyak kesempatan nanyanya ke ulama.
“Sekarang agak sulit karena ulamanya banyak yang ikut Pilkada. Jadi ulamanya lebih memilih ikut jadi: Pilkada, dalam kompetisi yang dianggap kurang sehat tadi. Jadi sekarang agak sulit sekarang apabila ingin bertanya pada ulama ‘Ini kalau dalam Pilkada dikasih uang ambil atau tidak?’ Agak sulit. Nanti kita lihat,” ujar pakar komunikasi politik, Effendi Ghazali, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Namun demikian, menurutnya ada kata kunci ulama, yakni ada ikhlas dan jujur. “Di jujurnya pasti tidak boleh. Kalau ambil boleh asal ikhlas juga tidak bisa. Kenanya di jujurnya. Jadi, dalam konteks ini kita mengalami kesulitan yang amat serius,” ia menambahkan.
Sekarang yang lebih penting menurut dia adalah bagaimana komunikasi antara ulama dan umara ini di Tanah Air. “Saya rasa komunikasi yang sedang terjadi, ini adalah komunikasi artivisit. Komunikasi pada level atas saja.
Jelang-jelang ada masalah, atau sesudah ada masalah, diundang ramai-ramai ke istana. Dan itu tentu hal yang baik saja. Silaturahmi,” tutupnya mengingatkan. (Robi/voa-islam.com)