JAKARTA (voa-islam.com)- Apa yang diterapkan oleh pemimpin dengan ulama belakangan ini bisa jadi soal komunikasi yang dianggap tidak patut. Pasalnya, hal-hal yang berbau agama nampak kerap kali justru dianggap adalah persoalan politik. Tidak demikian. Sehingga kalau hanya berlangsung artivisial, agak sangat sulit kita mendapatkan pola komunikasi yang baik antara ulama dan umara itu.
“Lalu apa selanjutnya yang harus dibuat? Ada dua asumsi terkait itu. Asumsi pertama, bahwa sebaiknya ada kaitaannya dengan agama, jangan dilakukan sesuatu yang berkaitan dengan politik. Dalam komunikasi, ketika itu dianggap sesuatu yang tabu atau sebabnya jangan, maka sebetulnya itu menjadi makin menyentuh,” ucapa pakar komunikasi politik, Effendi Ghazali, belum lama ini di Jakarta.
Semakin lama malah menurutnya kondisi tersebut akan serasa betul khitmatnya. Acara ini (diskusi) juga akan makin nikmat jika mengalir ke tempat lain. “Tidak bisa pengaturan secara dilakukan formal.
Tiba-tiba ada usulan Bawaslu membuat peraturan-peraturan, kurang lebih garis besar, untuk khutbah para khotib di masjid. Itu, yang pertama agak sulit. Saya sebagai orang komunikasi agak sulit jika Anda berkhutbah ada pedomannya di sini (red, samping).
Anda ingin kutip sesuatu benar tidak pedomannya. Itu agak susah,” katanya lagi. Jadi, dia menghimbau janganlah mencoba mengatur itu secara formal tanpa, tadi, yang satu bersikap adil dan benar dalam sistem pemerintahannya, yang satu ikhlas dan jujur untuk saling memperkuat. (Robi/voa-islam.com)