JAKARTA (voa-islam.com)- Kontitusi Negara Republik Indonesia telah menjamin setiap warganya menjalankan keyakinan atau agamanya masing-masing tanpa terkecuali dan atau di manapun. Seperti halnya pakaian, Negara juga membebaskannya dengan catatan sesuai dengan agama/keyakinan yang dianutnya.
Cadar pun demikian, merupakan salah satu representasi dari ajaran-ajaran dalam Islam itu sendiri. Sehingga siapapun wajib menghormatinya tanpa ada embel-embel lain seperti menuduh radikal.
“Cadar sudah ada di kampus-kampus. Menghormati dan memberi ruang kepada mereka itulah Indonesia. Melarang dan mengorek asal usul hanya menuai kemubaziran yang gak perlu,” kritik MS Ka,ban, politisi senior Partai Bulan Bintang (PBB), di akun Twitter pribadi miliknya.
Sebelumnya Ka’ban juga berkomentar soal pelarangan cadar, bahwa yang menuduh mereka radikal, yang patut diduga radikal yang menuduh.
Persoalan cadar ini cukup banyak dipersoalkan atas ingin dijadikanya kebijakan. Secara pendidikan, lembaga Kementerian malah kabarnya tak melarang jika ada mahasiswa yang menggunakan cadar. Misalnya disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie saat menanyakan dilarangnya cadar di kampus.
“Itu kan masing-masing kreatifitas perguruan tinggi. Saya sudah tanya dengan Menristek: 'Apa betul begitu?' Dia bilang teknisnya diserahkan ke masing-masing perguruan tinggi, bahwa ada pengetatan itu diserahkan ke perguruan tinggi," kata Jimly Asshiddiqie, Rabu (7/3/2018), di Gedung kantor ICMI, Jakarta.
Oleh karena itu, Ka’ban tetap berharap agar kampus dapat meninjau ulang atas keinginannya melarang cadar. “Semoga Rektor UIN SK dapat meninjau ulang kebijakan melarang mahasiswi bercadar. Kontra produktif kita larut tuduh menuduh radikal. Padahal berfikir radikal itu sesuatu.” (Robi/voa-islam.com)