JAKARTA (voa-islam.com)- Baru saja BBM dinaikkan oleh pemerintah. BBM ini berjenis Pertalite. Kenaikkannya Rp200. Walau terlihat nampak kecil, namun sesungguhnya itu dapat memberatkan masyarakat.
“Kenaikan harga, khusus BBM akan selalu menimbulkan polemik bagi masyarakat umum. Ini indikasi nyata bahwa BBM masih merupakan komponen biaya yang vital bagi laju ekonomi masyarakat. Dan BBM secara konstitusional dianggap sebagai sumber daya yg memenuhi hajat hidup orang banyak,” demikian kata politisi PKS, Fahri Hamzah, Jum’at (30/3/2018), di akun Twitter pribadi miliknya.
Menurut Fahri, di UUD 1945 tidak saja meletakkan BBM sebagai komoditi strategis yang menyangkut “hajat hidup orang banyak”. Tetapi ia berasal dari Perut bumi Indonesia sehingga terkenal dalil “dikuasai negara”.
“Oleh sebab itu, mekanisme penetapan harga BBM itu di atur dalam Undang-undang yaitu UU No.22 Tahun 2001 tentang MIGAS. Pasal 28 ayat (2) dan (3) mengisyaratkan mekanisme itu yaitu harga BBM dan Gas diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar (mekanisme pasar).”
Tapi sayang UU MIGAS ini menurut dia mengandung anasir liberalisasi yang cukup kental! Dan oleh elemen masyarakat UU ini ditentang habis. “Hasilnya adalah empat putusan MK dalam rentan waktu berbeda (2003, 2007, 2012). Banyak sekali pasal yang bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam Putusan MK No.002/PPU-I/2003 Pasal yang mengatur mekanisme penetapan harga BBM telah dicabut.” Penetapan harga BBM mengikuti harga pasar bertentangan dengan konstitusi, dinilainya olehnya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. “Jadi, kalo ada orang atau institusi yang berpendapat bahwa harga BBM ditetapkan mengikuti harga pasar jelas itu inkonstitusional, melawan konstitusi negara. “Statement tersebut telah keluar dari nalar hidup bernegara kita. Sangat fatal.” (Robi/voa-islam.com)