JAKARTA (voa-islam.com)- Menyebarkan rasa optimis di tengah masyarajat oleh pimpinan Negara sah-sah saja. Akan tetapi, jika tidak sesuai dengan janji-janji yang pernah diucapkan, rasanya justru akan memunculkan rasa tidak percaya atas ucapan optimis tersebut.
“Menebar optimisme pada rakyat itu bagus. Yang buruk: membuat ilusi menjadi janji. Lalu saat tak bisa memenuhinya, lempar kesalahan pada pemimpin lain,” kata politisi Demokrat, Rachland Nashidik, belum lama ini di akun Twitter pribadi miliknya.
Namun Rachland tidak persoalkan jika ada yang mengatakan bahwa masyarakat masih ingin Jokowi. “Tapi mau apa? Kata Pak Luhut, mayoritas rakyat masih mau Pak Jokowi.”
Namun di lain soal, misalkan saja terkait kaos, Rachland ingin memberitahu bahwa dengan kaos kala itu demokrasi juga dapat tercipta. “Ini tentang kaos. Jaman Pak Harto, demokrasi juga diperjuangkan lewat kaos. Caranya, huruf tertentu disablon di punggung kaos hitam polos. Kaos yang ini huruf "D". Yang lain "E", "M", "O" dan seterusnya.”
Tiba waktu, lanjutnya, sembilan aktivis berdiri berjajar. Terbacalah: "DEMOKRASI". “Jaman Pak Harto, mahasiswa ditangkapi. Diseret ke pengadilan yang dikuasai pemerintah. Ruang pengadilan penuh intel. Spanduk dirampasi. Tujuh aktivis beroblong hitam memunggungi wartawan.
Berdiri berjejer, huruf-huruf yang disablon di punggung kaos mereka menyusun kata: ‘JUSTICE’.” Sekarang, masih menurutnya, jaman sudah berganti. Kampanye lewat kaos tak perlu ngakal atau sembunyi-sembunyi lagi. “Orang tinggal cetak ‘2019 Ganti Presiden’ dan bikin kaosnya banyak-banyak. Pak Jokowi gak boleh marah. Pak Jokowi jadi Presiden oleh hidupnya demokrasi. Jadi, jangan musuhi.” (Robi/voa-islam.com)