JAKARTA (voa-islam.com)- Ada semboyan yang cukup terkenal di abad tertentu. Semboyan ini nampaknya terlihat tidak begitu tepat sama sekali jika, diterapkan di Indonesia karena mengidentikkan “kuasa”.
“Kembali kepada pemahaman yang menyamakan antara hukum, lembaga dan pemimpin seolah itu satu paket yang tidak dipisahkan. Gejala ini kita sebut syndrom Louis XIV yang terkenal dengan semboyan L'État c'est moi’ (‘Negara adalah saya’). Abaolutisme vs #NalarABI,” kata Fahri Hamzah, beberapa waktu lalu, di akun Twitter pribadi miliknya.
Absolutisme kepemimpinan menurut dia biasanya datang dari sukses yang bertubi-bertubi, yang membuat pemimpin menjadi sulit diingatkan. Karena pemimpin memerlukan waktu untuk dipersepsi selalu benar.
“Pemimpin memerlukan waktu untuk menyamakan dirinya dengan hukum dan lembaga. #NalarABI. Tapi jika #Absolutisme lahir seketika pasti karena ada yang salah dalam cara melihat institusi dan aturan yang ada.”
Mental yang menganggap pemimpin lebih utama dari rakyat menurut politisi PKS ini biasanya membuat dirinya selalu merasa lebih benar dan lebih tahu nasib rakyatnya. Lalu pemimpin merasa lebih tahu dari rakyatnya dan lebih mengerti masa depan rakyatnya.
“Pemimpin kemudian bertindak pre-emptive dengan memaksakan konsep dan aturan yang memaksa rakyat, atas nama kebaikan bersama. #NalarABI. Gejala dan Syndrome Louis XIV ini menjadi salah satu tema penting dalam sejarah dan agama.” (Robi/voa-islam.com)